Tuesday, June 16, 2015

Review Buku "The Intelligent Investor" Karya Benjamin Graham

Pertama kali saya mengenal dunia saham, saya masih benar-benar buta dengan namanya analisis, baik itu analisis teknikal maupun fundamental. Yang saya pahami hanyalah suatu saham bergerak naik dan turun tanpa pola yang jelas dan mirip roller coaster: orang-orang menarik nafas dan berteriak-teriak ketika harganya naik atau turun tajam.


Seiring waktu berjalan mulailah saya mencari referensi tentang teknik 'main saham' (saya benci sekali dengan istilah ini, red). Meluncurlah saya ke Gramedia Sudirman dan beberapa toko buku lainnya di Jogja. setelah beberapa kali jalan-jalan ternyata belum ada buku yang mampu menarik perhatian saya. Simple aja sih: Sebagian besar buku-buku tentang saham yang dipajang di toko-toko itu pasang judul yang menggambarkan isi yang kurang pede, like: Cara Cepat Trading Saham*, 7 Jam Kuasai Analisis Teknikal/Fundamental*, dll. (ket: * Bukan judul sebenarnya). Buku-buku seperti itu saya yakin sudah memotong banyak sekali filosofi dan pola pikir dasar dalam berinvestasi, hanya memberi contoh-contoh praktis. Saya memutuskan untuk mencari-cari di Internet tentang buku yang sesuai keinginan saya: Penekanan pada pola pikir apa yang harus saya terapkan, materinya teruji waktu dan terbukti berhasil diterapkan oleh banyak investor besar. Dan hasilnya mengarah pada dua buku: The Intelligent Investor (TII) dan Security Analysis. Beruntung, TII kini sudah beredar di toko buku Gramedia. Jadi begitu saya lihat buku itu dipajang, langsung nyiapin duit minggu depannya, dan beli. Untuk Security Analysis, saya belum tahu dijual disini apa ngga.

TII memang fenomenal. Warren Buffet, Investor terkenal sejagad itu mengaku buku ini lah yang memberikannya kerangka kerja dasar dalam berinvestasi, padahal waktu itu umurnya baru 19 tahun (TII terbit pertama kali tahun 1949). Selain Warren Buffett, semua siswa Benjamin Graham di kampusnya juga mencatatkan sukses pada portofolio mereka masing-masing.

Menurut saya, apa yang membuat buku ini unggul adalah upaya Graham dalam menekankan faktor psikologis, perilaku manusia yang sering tampak dalam mengambil suatu keputusan trading/investasi ketimbang hanya menjelaskan cara menganalisis grafik harga dan kinerja perusahaan yang "hanya tampak di permukaan". Saya sendiri sudah sering membaca dan mendengar testimoni para trader/investor senior yang mengakui betapa faktor psikologis jauh lebih berperan dari skill analisis, namun dua-duanya tetap penting dan bersifat saling melengkapi.

However, dua hal yang mungkin akan jadi tantangan bagi kita dalam meresapi isi buku ini adalah latar belakang waktu dan tempat penulisan TII. Benjamin Graham hidup antara tahun 1894 hingga 1976 dan tumbuh pada lingkungan pasar modal Amerika Serikat. Oleh karena itu ketika membaca TII mungkin kita akan merasa asing dengan contoh-contoh peristiwa, serta nama-nama perusahaan di pasar modal yang dijadikan referensi buku ini. Oleh karena itu saya sarankan agar anda juga memahami sejarah perkembangan pasar modal Amerika.

Untungnya dalam TII terjemahan Bahasa Indonesia adalah versi yang menyertakan komentar per bab oleh Jason Sweig, seorang jurnalis keuangan senior di AS. Adanya komentar per bab dari Jason Sweig akan sedikit memudahkan kita untuk memahami apa yang ingin disampaikan Graham, lantaran gaya bahasa Graham yang sering menggunakan istilah-istilah keuangan yang belum tentu dipahami orang awam termasuk saya. Sweig juga menyertakan contoh-contoh peristiwa era 2000-an, sekaligus menekankan bahwa teori Graham masih terus berlaku sampai sekarang meskipun penulisnya sudah meninggal puluhan tahun yang lalu. Tapi ya itu tadi, kita harus punya pemahaman dasar tentang perkembangan pasar modal di AS, misalnya Great Depression tahun 1929 dan Dotcom Bubble di penghujung dekade 90'an.

Dalam buku setebal 793 halaman (Versi Bahasa Indonesia) ini Benjamin Graham juga tidak secara mati-matian meminta pembacanya meniru sama persis perilaku berinvestasi ala dirinya. Di bab 14 dan 15 ia menawarkan dua aliran gaya berinvestasi yang menurutnya sama baiknya: Investor Defensif dan Investor Agresif. Lagipula, tidak hanya sekedar teori, di bagian akhir buku itu juga disertakan data-data sederhana tentang keberhasilan pengikut Graham, yang ditulis oleh Warren Buffett. Masing-masing tetap punya ciri khas investasi, dan tetap untung dengan cara mereka sendiri.

Namun, konsep dasar yang ia ingin para pembaca beri perhatian khusus adalah Nilai Intrinsik dan Margin Pengaman (Margin of Safety). Kalau saya telaah lagi, intisari buku ini ada pada 3 bab saja, yaitu Bab 8 (Investor dan Fluktuasi Pasar), Bab 11 (Analisis Sekuritas untuk Investor Awam: Pendekatan Umum), dan bab 20 ("Margin Pengaman" sebagai Konsep Sentral Investasi) dari total 20 bab. Hanya saja bagi saya sendiri buku ini harus dibaca secara utuh jika kita ingin benar-benar mendalami pola pikir dan filosofi yang tepat dalam  berinvestasi.

Ada suatu contoh perumpamaan yang saya sukai dari Warren Buffett yang ia buat tentang daftar contoh keberhasilan para pengikut Graham, yang ada pada lampiran buku ini:

 Bayangkan ada suatu kontes taruhan lempar koin yang diikuti oleh 225 juta rakyat Amerika. Peserta diminta menebak sisi koin mana yang muncul, sekali setiap hari. Jika tebakan benar, mereka berhak menerima 1 dollar dari pihak yang salah tebak. Yang salah tebak akan langsung tersingkir dari kontes. Karena sisi koin ada 2, maka kemungkinan mereka untuk menebak secara tepat 1 kali adalah 50%, tepat 2 kali berturut-turut adalah 25%, tepat 3 kali berturut-turut adalah 12.5%, dan seterusnya. Karena sistem tersebut, maka seharusnya ada sekitar 220.000 orang Amerika yang berhasil menebak 10 kali berturut-turut (10 hari). Masing-masing sudah pegang lebih dari 1.000 Dollar. 10 Hari berikutnya akan tersisa 215 orang penebak kontes lempar koin yang berhasil 20 kali berturut-turut. Masing-masing sudah pegang lebih dari 1 juta Dollar.
 Di titik ini para pemenang taruhan tersebut mulai sombong dan lupa daratan. Mereka mungkin akan menulis buku tentang "How I Turn 1 Dollar to 1 Million Dollars Within 20 Days, 30 Seconds Everyday". Menghadiri berbagai seminar tentang teknik lempar koin yang efisien, dan menantang para profesor yang skeptis dengan pertanyaan "Jika ini mustahil terjadi, mengapa kami yang 215 orang ini berhasil melakukannya?". Padahal jika pengetahuan mereka tentang statistika dasar di Matematika dan logika mereka jalan (tidak dipengaruhi faktor psikologis berupa euforia kemenangan taruhan) harusnya mereka paham dan sadar bahwa: Mau negara yang sama atau negara lain, di waktu yang sama atau waktu yang lain pun, jika dilakukan kontes yang sama, peraturan yang sama dan jumlah peserta yang sama, harusnya jumlah penebak benar 20 kali berturut-turut adalah tidak jauh-jauh dari angka 215, tapi 215 orang itu belum tentu salah satunya adalah 215 orang yang sama, yang saat ini mengikuti kontes. Singkatnya, kisaran jumlah 215 orang adalah jumlah yang hampir pasti, tapi siapa 215 orang itu adalah sesuatu yang random. kemenangan mereka bukan karena skill, tapi karena probabilitas 50% tebakan benar itu tadi. Jadi sia-sialah mereka menulis buku 'tips n trik menang kontes lempar koin'.
Tapi, kesimpulan itu akan berbeda jika ternyata 50 dari 215 orang pemenang taruhan itu ternyata pecinta sesama jenis yang kidal. Dan ketika kontes itu diselenggarakan di tahun-tahun berikutnya, angkanya juga tidak jauh berbeda. Di tahun kedua ada 56 pemenang yang homoseksual dan kidal, tahun ketiga ada 47, tahun keempat ada 52 orang. Maka akan ada pihak yang mencoba meneliti relasi antara homoseksual yang kidal dan tingkat kemungkinan untuk menang kontes lempar koin. Meskipun juga korelasinya aneh, tapi pertanyaan "Jika ini mustahil terjadi, mengapa kami yang 50 orang ini berhasil melakukannya?" lebih wajar diajukan pada kasus kedua ini ketimbang kasus pertama, yang latar belakangnya bersifat acak. Lebih masuk akal juga jika orang lalu mencari dan meneliti alasan saintifik dibalik menangnya 50an orang homoseksual bertangan kidal dari total 215 orang pemenang kontes lempar koin itu.
Perumpamaan diatas dinyatakan Buffett sebelum ia memberikan contoh-contoh murid Graham yang sukses, untuk mencegah dan mematahkan komentar-komentar skeptis yang menyatakan bahwa "Pihak-pihak yang dijadikan contoh adalah sebagian kecil dibanding banyaknya murid Graham yang gagal."


6 comments:

  1. Permisi kak, boleh saya minta nomor contactny ? Ada yang saya ingin tanyakan sebagai investor pemula

    ReplyDelete
  2. permisi kak, buku The Intelligent Investor bahasa indonesia bisa saya beli dimana yah ? soalnya saya mau belajar jadi investor

    ReplyDelete
  3. Setau saya di Toko Gramedia di Kota-kota besar sudah menjualnya. Kalau mau download juga di internet sudah banyak, hanya saja masih menggunakan bahasa Inggris

    ReplyDelete
  4. Kak, mau tanya, harga bukunya yang terjemahan indonesia sekitar brp ?

    ReplyDelete
  5. sekitar 150.000 kalo di Gramedia Yogyakarta.

    ReplyDelete