Wednesday, May 18, 2016

Pengalaman Menghadiri RUPS SRIL (PT. Sri Rejeki Isman Tbk.)



Bpk. Iwan Lukminto, Rekan-rekan Investor UMY
dan saya (ketiga dari kanan). Terima kasih untuk mas Jovi
sebagai pemilik foto.
Seperti yang sudah saya sebutkan di postingan saya sebelumnya tentang SRIL disini, saya berencana menghadiri RUPS-nya. Dan akhirnya hari ini kesempatan itu terwujud.

Sudah cukup lama saya menantikan hari ini. Sejak sebulan lalu saat pencatatan pemegang saham yang berhak menghadiri RUPS. Alasan kenapa saya pilih SRIL, ya karena emiten ini lokasi RUPS-nya paling dekat dengan domisili saya. Yang lain hampir pasti di Jabodetabek semua. Sebenarnya ada juga SIDO yang RUPS-nya di Semarang (Tanggal dan jam RUPS sama kayak SRIL: 18 Mei pukul 09.30 WIB). Tapi yah itu tadi, Jogja lebih dekat ke Solo ketimbang Semarang. Hehe

Tuesday, May 17, 2016

Analisis Saham DAJK (Dwi Aneka Jaya Kemasindo)

Produk-produk yang kemasannya dibuat oleh DAJK,
Pasti Anda sudah familiar kan?
Malam kemarin penulis sibuk browsing Stockbit buat liat-liat saham apa aja yang lagi trending. Nah ternyata salah satunya adalah DAJK (Dwi Aneka Jaya Kemasindo). Tertarik, langsung saya cari-cari info tentang perusahaan ini di internet. Ternyata, produk-produknya sangat familier di mata kita.

DAJK adalah produsen kemasan consumer goods. Hampir tidak mungkin anda tidak pernah melihat produk-produknya. Dari Richeese Nabati, Tango, Dunkin Donuts, Astor, Holland Bakery, dan masih banyak lagi, semuanya pakai kemasan bikinan DAJK.

DAJK didirikan tanggal 5 mei 1997. Hingga saat ini DAJK punya 3 plant/pabrik. Plant 1 ada di Pasir Jaya, Plant 2 di Jatake, dan Plant 3 di Cikupa. Semuanya ada di Tangerang Banten.

Monday, May 16, 2016

Sri Rejeki Isman (SRIL)

Fashion Village, Toko garmen milik Sritex di Sukoharjo
kurang lebih 1 atau 2 bulan yang lalu saya memutuskan untuk membeli saham perusahaan yang lokasi RUPS-nya dekat dengan kota domisili saya saat ini. Seperti yang kita tahu, mayoritas perusahaan di BEI mengadakan RUPS di Jakarta dan sekitarnya, bahkan meskipun pabrik atau tempat mereka beroperasi fisik ada di daerah. Satu dari sedikit perusahaan yang RUPS-nya tidak di Jabodetabek adalah PT. Sri Rejeki Isman Tbk(kode ticker SRIL), yang terkenal dengan merk dagang "Sritex".

SRIL saya pilih karena RUPS-nya ada di kota yang relatif dekat dari Jogja, yaitu Solo. Ada juga sih yang RUPS-nya di Semarang, misalnya SIDO tapi kan Semarang lebih jauh dari Solo (3 jam dari Jogja cuy, itu kalo ga macet). Nah sebelum datangin RUPS-nya besok tanggal 18 Mei, mari kita bongkar laporan tahunan dan keuangannya dulu.

SRIL adalah perusahaan yang dibangun dari nol. Awalnya pendiri perusahaan ini, Bapak Iwan Lukminto hanyalah pedagang Tekstil di Pasar Klewer Solo sejak tahun 1966. Terus dari keuntungan yang didapet dibikinlah pabrik tekstil. Tahun 1992 mulailah perkembangan Sritex semakin pesat, setelah dapat akses untuk menjual produk seragam militer buat ABRI. Puncaknya tahun 1994 Sritex jadi pemasok seragam militer untuk negara-negara NATO.

Sampai saat ini, Sritex memang dikenal sebagai salah satu produsen seragam militer terkemuka dunia. dari negara kecil kayak Maladewa & Timor Leste sampe negara-negara maju selevel Jerman, mereka semua mempercayakan produk seragam militernya pada Sritex. Selain seragam militer, Sritex juga memproduksi pakaian khusus lainnya, misalnya seragam Hazmat.

Alasan Sritex menggarap segmen pakaian seragam ini, tentu saja karena margin keuntungannya lebih tinggi daripada pakaian sehari-hari. Hal ini dimungkinkan karena pesaingnya lebih sedikit dengan jumlah pesanan yang umumnya besar. Kalau pakaian umum, biasanya harus saingan sama China dan Vietnam.

Sritex adalah satu dari segelintir perusahan garmen yang selamat dari krisis 98 dan 2008, bahkan kini jadi salah satu yang terbesar di Asia Tenggara bersama pesaingnya yang juga dari Indonesia, PT. Kahatex (bukan perusahaan publik).

Selain karena fokus pada segmen seragam militer, kekuatan Sritex lainnya ada pada penguasahaan bisnis yang terpadu dari hulu sampai hilir. Mulai dari lini pemintalan (pembuatan benang sebagai bahan dasar), penenunan (pengolahan benang menjadi kain), finishing (pewarnaan dan penyelesaian produk kain) hingga garmen (pengolahan kain menjadi pakaian jadi).

Bagaimana dengan keuangannya?


Perusahaan ini punya aset 783.5 juta USD. sangat besar. Sayangnya, 65% dari asset masih berupa liabilitas/utang. Ekuitasnya hanya 276.7 juta USD.

Untuk return on Equity-nya udah lumayan, 20%. Artinya perusahaan butuh 5 Tahun (100/20) untuk mengembalikan modal bersih. Sementara untuk Return on Asset masih terlalu kecil, hanya 7%.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, perusahaan ini berorientasi export. Artinya rawan terhadap penguatan Rupiah (jadi jika rupiah menguat, akan jadi kabar buruk bagi perusahaan ini). Misalnya saja tahun lalu ketika rupiah anjlok, saham SRIL malah melonjak dari 120-an di bulan oktober 2014 hingga 470 di akhir Juli 2015 (naik empat ratus persen!) sebelum akhirnya turun lagi ke angka 254 sekarang setelah pergerakan rupiah kembali stabil.

However, kalau anda rajin baca-baca berita, SRIL sampai saat ini masih melakukan ekspansi. Jadi mungkin utang yang besar tadi juga tujuannya memang buat bikin pabrik baru. Termasuk juga alasan SRIL untuk IPO di tahun 2013, kemungkinan besar untuk alasan yang sama: Ekspansi.

Pada harga 254 per saham, maka PER-nya 6.15 kali. Murah sekali. Begitu juga dengan PBV-nya yang hanya 1.24 kali.

Secara keseluruhan, SRIL terbilang menarik. Valuasi sudah murah. Namun perlu diwaspadai liabilitas/utangnya sangaat besar, meskipun sebagian besar berupa utang jangka panjang. Merk yang sudah terkenal dan pasar yang masih terbuka untuk segmen seragam militer juga jadi nilai tambah tersendiri. However, penulis memutuskan untuk tidak berinvestasi di perusahaan ini. Pertama, karena perusahaan baru IPO pada 2013 lalu, belum banyak track recordnya di pasar modal. Kedua, karena menunggu perkembangan ekspansi perusahaan. Pengen lihat duit segede itu dikemanain aja.

Alasan penulis membeli sahamnya lebih karena ingin ikut RUPS yang akan diselenggarakan 18 mei nanti. Silahkan tunggu liputannya.

Friday, May 6, 2016

Kisah-kisah Perusahaan Sukses Yang Pernah Rugi (Turn Around)

Di Quartal pertama 2016 ini, kita menyaksikan lonjakan laba dari beberapa emiten di BEI. Meskipun yang masih rugi juga banyak, namun beberapa perusahaan besar maupun second liner mencatatkan kinerja yang kinclong di tiga bulan pertama tahun ini. Sebut saja Multi Bintang Indonesia yang mencatat kenaikan laba hingga hampir 130% dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal yang mirip terjadi juga pada sektor komoditi, terutama energy. Meskipun labanya masih kecil (bahkan ada yang masih minus) namun adanya kenaikan harga minyak dan batubara sedikit banyak telah mengangkat harga saham di sektor itu.

However, kisah sukses tentu tidak bisa dinilai semata dari rentang waktu satu tahun dan semata menggunakan variabel makro ekonomi. Ketangguhan management dalam jangka panjang merupakan faktor utama dalam sukses tidaknya suatu perusahaan. Nah, namanya juga organisasi yang isinya manusia, perusahaan sukses juga bukannya serba sempurna. Ada suatu masa dimana mereka harus bersusah payah menjaga perusahaan agar tetap hidup, boro-boro mau untung besar. Kabar baiknya, perusahaan-perusahaan ini berhasil melalui masa-masa sulit tersebut dan mendulang sukses saat ini.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk membalikkan posisi perusahaan dari rugi jadi untung besar. Semuanya melibatkan proses yang saya sebut 4 GANTI. Apa saja?
  1. Ganti Manajemen

    Artinya, perusahaan mengalami penggantian para pimpinan dengan harapan ada perubahan mindset dalam cara menangani suatu usaha. Cara ini adalah cara yang paling umum dilakukan untuk membalikkan posisi perusahaan dari kerugian berlarut-larut. Manajemen yang baru diharapkan mampu mendobrak tradisi lama perusahaan yang dianggap 'tabu untuk diubah' demi kemajuan yang lebih progresif.

    Contoh paling spektakuler untuk kasus ini, menurut saya, adalah PT. Kereta Api Indonesia. Sebelum tahun 2009-2010, hampir semua orang tak bisa percaya kondisi kereta api di Indonesia bisa jadi seperti sekarang ini. Kereta api identik dengan Calo, Stasiun dan Kereta kumuh, desak-desakan, petugas yang angkuh (kalau ada penumpang komplain, biasanya mereka jawab: "silahkan cari angkutan lain"), Kereta anjlok, dan lain-lain.

    Hadirnya Bpk. Ignasius Jonan mengubah itu semua. Tiket kini dibuat sistem online, Hampir semua space di stasiun dikomersilkan. Petugas korup dibuang, kereta ekonomi dipasang AC, Gaji karyawan dinaikkan besar-besaran (terutama yang kerjanya berhubungan langsung dengan keselamatan penumpang), pedagang liar jadi susah ditemukan, stasiun dibersihkan, standar keselamatan dinaikkan, dan masih banyak lagi.
  2. Ganti Pemilik

    Nah, kalau ganti pemilik, kasusnya juga sering terjadi. Sebut saja Bank Central Asia. Bank yang pernah dimiliki oleh Group Salim ini keok ketika krisis moneter 1998. Banyak nasabah yang menarik dananya secara besar-besaran, mengakibatkan BCA mengalami defisiensi modal. Kelompok Usaha Salim yang melakukan ekspansi usaha terlalu besar juga diduga punya andil dalam kejatuhan BCA di tahun itu.

    Setelah sahamnya diambil alih oleh Grup Djarum pada tahun 2002, kinerja Bank ini terbilang moncer, apalagi statusnya sebagai satu-satunya Bank Swasta dari 'The Big Four' perbankan Indonesia. Saat ini BCA punya ciri khas tradisi tata kelola perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga intermediasi finansial.
  3. Ganti Bidang Usaha

    Seringkali didapati bahwa, meskipun manajemen sudah berupaya keras dalam meningkatkan kinerja perusahaan, situasi tetap sulit sekali untuk dipulihkan. Kalau sudah begini, perlu dipikirkan lagi: apakah bidang usaha itu memang masih bisa menghasilkan? bagaimana dengan kompetitor lain, apakah mereka masih bisa untung?

    Kalau semua jawaban dari pertanyaan diatas adalah 'Tidak' maka kini saatnya untuk pindah bidang usaha. Contoh yang berhasil dalam aksi ini adalah PT. Resource Alam Indonesia, Tbk, milik keluarga Adijanto, yang terkenal dekat dengan dunia bisnis perambahan hutan.

    Dulu perusahaan ini bernama Kurnia Kapuas Utama Glue Industry. Dari namanya saja kita sudah tahu kalau bidang usahanya adalah Lem. Sayangnya produk 'Lem' yang dimaksud punya kekhususan produk yang terlalu tinggi, yaitu Lem Khusus Kayu. Mengingat Kayu sudah mulai habis ditebang, lem kayu juga tentu sepi peminat.

    Sejak 2005 perusahaan pun merintis usaha batubara melalui anak usahanya, PT Insani Baraperkasa. Sementara Pabrik lem mereka di Palembang berjalan terseok-seok, bisnis batubara malah berkembang pesat apalagi ketika momentum krisis 2008. Alhasil kini Resource Alam Indonesia menghentikan usaha lem dan memilih mengembangkan usaha mereka di sektor energi. Menurut saya KKGI adalah salah satu perusahaan batubara paling konservatif di BEI, dengan hutang yang kecil dan ekspansi yang berjalan normal (tidak terlalu cepat, tapi juga tidak berdiam diri. Pokoknya produksi batubara naik terus).
  4. Ganti Strategi
    Nah, kalo yang ini tentu beberapa ceritanya sudah sering kita dengar. Balik Ke Grup Salim lagi. Dulu sebelum krisis 1998, Konglomerasi Salim punya banyak jaringan usaha yang tersedia di berbagai bidang. Hampir semua produk-produk terkenalnya kita familiar di telinga kita: BCA, Indocement, Indosiar, , Indomobil, Indofood, dan Indo-Indo lainnya.

    Krisis 1998 merubah banyak hal dalam kehidupan keluarga Sudono Salim. Dulu mereka aman tenteram berkat kedekatannya dengan Presiden Soeharto. Di tahun itu, mereka justru mendapat petaka besar karena hal yang sama. Rumahnya di serbu massa yang tidak berani menyerang kompleks Cendana. Puluhan perusahaannya terpaksa diserahkan kepada Pemerintah. Ribuan nasabah BCA panik dan menarik uang mereka secara besar-besaran. Salim hancur, setidaknya untuk saat itu. Yang berhasil dipertahankan hanya Indofood.

    Lepas krisis itu, Sudono Salim memilih tinggal di Singapura. Bisa dipahami kepedihan mendalam Om Liem. Entah beliau trauma atau gimana dengan Jakarta. Sampai akhir hayatnya Om Liem tetap tinggal di negeri Singa putih.

    Tampuk bisnis pindah ke tangan anaknya. Anthoni Salim. Bpk Anthoni Salim sepertinya belajar banyak dari krisis 98. Strategi usaha beliau ubah secara fundamental. Apa saja yang berubah? Kalau menurut pengamatan kasar saya, yang terlihat jelas adalah:
    • Fokus Usaha. Dulu segala jenis bidang dimasuki oleh Grup Salim. Sekarang mereka hanya fokus pada sektor consumer goods, namun sektor itu dikuasai secara komprehensif, mulai dari bahan baku sampai rantai distribusinya.
    • Kedekatan politik. Dulu mereka memilih mendekat pada rezim penguasa untuk mengamankan bisnis. Sekarang, bpk Anthoni Salim nampak menjauhi sikap itu. Grup Salim memilih tidak berpihak dalam politik. Tidak cuma itu, beliau juga jarang tampil di media massa. Tidak membangun citra diri sebagai "Pengusaha Sukses Indonesia".

  • Hasilnya?Bisa anda lihat sendiri. Kini Indomaret ada dimana-mana, auh mengungguli Alfamart. Kini Indomie kembali berjaya setelah pernah disalip Mie Sedaap dari Wingsfood. Bahkan di beberapa negara di Afrika, misalnya Nigeria, Indomie berstatus hampir mirip makanan pokok. Bahkan untuk produk makanannya, Salim punya perusahaan penghasil sawit yang siap memasok bahan baku: Salim Ivomas Pratama Tbk. Semua lini dalam sektor Consumer Goods kini dikuasai Salim. Lagi-lagi, Salim berjaya.