Tuesday, June 6, 2017

Mengikuti Public Expose PT Dua Putra Utama Makmur Tbk (DPUM)

Biasanya, tiap kali ada acara-acara yang berkaitan dengan perusahaan terbuka, maka acara-acara tersebut diadakan di kota-kota besar. Tentu saja, mayoritas berada di Jakarta. Alasan kemudahan akses kepada relasi bisnis menjadi faktor utama berkumpulnya perusahaan di Ibukota Republik Indonesia ini. Kalaupun ada perusahaan besar dari daerah, biasanya mereka juga memindahkan kantornya ke Jakarta ketika usahanya mulai membesar, atau minimal mendirikan Kantor Perwakilan, seperti yang dilakukan PT Sido Muncul yang RUPS-nya kita bahas di artikel sebelumnya.

Nah, tanggal 30 Mei kemarin saya dapat kesempatan langka. Saat itu saya menghadiri RUPS yang diselenggarakan bukan di jakarta, bukan di kota besar pula, tapi di kota kecil dengan jarak pabrik ke Semarang (kota besar terdekat) sejauh 90 km alias 2,5-3 jam perjalanan. Perusahaan ini namanya PT Dua Putra Utama Makmur Tbk, dengan kode ticker DPUM.




DPUM adalah sebuah perusahaan yang dibangun dari nol. Meski begitu, perkebangan perusahaan ini terbilang sangat cepat. Si founder, Bapak Witiarso Utomo memulai usaha jual beli ikan asal Juwana di pasar tradisional sejak tahun 2005. Nah, dalam waktu singkat, Usaha tersebut sudah menjadi CV Dua Putra Dewa, dan kemudian di 2012 menjadi berbadan hukum Perseroan Terbatas.

Pemilihan kabupaten Pati sebagai basis Usaha, tentu bukannya tanpa alasan. Memang sejak awal usaha ini ada, para pendiri membangunnya dengan memanfaatkan pasokan hasil laut dari nelayan-nelayan di Juwana, suatu kota kecamatan di sisi timur Pati. Para founder sendiri juga lahir dan dibesarkan di sekitar Pati. Selain itu, Pati, meskipun kota kecil, namun terletak di jalur Pantai Utara Jawa /Pantura yang terkenal padat dan sibuknya itu. Sehingga, masih cukup mudah untuk diakses, meski tentu saja jauh.

Setelah mendapatkan jadwal dan alamat RUPS-nya, saya pun berangkat dari Jogja naik travel Rama Sakti (saya pilih karena satu-satunya angkutan Jogja-Pati yang tiketnya bisa dipesan online). Meski cukup lama perjalanannya (6 jam cuy!) tapi tidak terlalu masalah karena saya banyak tidur di jalan, hehe.



RUPS kali ini digandeng dengan Public Expose, dan diselenggarakan langsung di lokasi pabrik perseroan, tepatnya di Ruang Pandawa, Lantai 2. Pabrik DPUM, kalau kita lihat langsung, memang tampak masih baru sekali, dengan pengembangan yang gencar dilakukan di sisi belakang gedung existing. Lokasinya cukup strategis, tepat langsung di pinggir jalur Pantura Semarang-Surabaya. Masih tersedia banyak lahan untuk pengembangan. Maklum saja, karena masih dikelilingi sawah di kiri-kanannya serta Sungai Juwana di belakangnya.

Sampai di lokasi pabrik, hmmm.... aroma amis langsung menyambut. Hehe, maklum saja, DPUM adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan dan pengolahan hasil laut terutama ikan, cumi, udang dan gurita. Sebagai sebuah perusahaan perikanan, DPUM adalah yang pertama kali IPO di BEI dalam 10 tahun terakhir. Karena, selama ini memang emiten di sektor perikanan terbilang punya kinerja yang kurang menarik. Coba saja anda cek laporan keuangan DSFI, CPRO, sama IIKP, pasti anda paham maksud saya.  Suatu hal yang ironis, karena Indonesia adalah Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia.

Nah, DPUM hadir dalam momentum program kemaritiman yang saat ini gencar digenjot oleh Presiden Jokowi. Emiten ini melantai di bulan Desember 2015 dan menjadi perusrahaan ke-519 di BEI. Waktu itu, sasaran utama penggunaan dana hasil IPO adalah untuk membeli kapal penangkap ikan, namun sayangnya sampai sekarang tujuan itu masih terhambat.

Beruntungnya saya, RUPS ini dibarengi dengan Public Expose. Tidak beruntungnya, antara RUPS dengan Public Expose tadi ada jeda sekitar 2 jam. RUPS selesai jam 11, Public Expose baru dimulai jam 1 siang. Setelah menimang-nimang, daripada saya ikut-ikut RUPS dengan urutan acara yang hampir pasti bisa saya tebak, mending saya menunggu saja diluar, sampai Public Expose dimulai.


Oh ya, selama di pabrik ini, saya beberapa kali diajak ngobrol oleh bapak Heri Akhyar. Beliau itu adalah Corporate Secretary-nya DPUM. Namun gara-gara saya hanyalah investor retail yang sebenarnya tidak mendapat undangan khusus dari DPUM (Mereka mengundang 20 Analis Saham dari Semarang), saya malah jadi minder dan memilih membatasi kata-kata. Padahal sebenarnya bapak ini sesekali mengajak saya makan hidangan yang ada, dan meminta seorang karyawan untuk mengantar saya ke ruang tamu selagi menunggu Public Expose (Di luar pabrik cuacanya cukup panas), malah setelah acara selesai mengajak saya untuk foto bareng para analis di pintu masuk pabrik. Thanks pak Heri!

Nah memasuki sesi presentasi. Pertama-tama dari segi operasional.

DPUM saat ini (Juni 2017) masih gencar-gencarnya melakukan ekspansi usaha. Jika di 2015 baru ada 2 plant (PATI I dan PATI 2), kini di area pabrik area tersebut sudah dibangun Plant PATI III dengan ukuran yang jauh lebih besar dari gabungan dua plant sebelumnya, 4 gedung Cold Storage, 1 area Gudang, pengolah limbah dan 1 area untuk sarana hiburan karyawan berupa Toilet, Rest Area dan Lapangan Futsal.

Fasilitas Pabrik

Pabrik DPUM di 2016


Untuk kemampuan pabriknya, saya tidak mampu menjelaskan secara detail karena menggunakan istilah-istilah teknis yang susah dihapal. Namun yang saya tangkap kurang lebih begini: Mereka punya fasilitas-fasilitas:
  1. Tempat bongkar-muat hasil laut (Ikan, Udang, Cumi-cumi, Gurita) dari pabrik ke truk dan sebaliknya, dengan standar higenis.
  2. Fasilitas pendingin yang memastikan hasil laut tadi tetap dalam keadaan fresh. You know, hewan-hewan laut itu kualitas dagingnya cepat sekali menurun ketika di darat. Bahasa teknisnya Cold Storage. Denger-denger pemerintah memang gencar mendorong pelaku usaha untuk memiliki fasilitas ini di Indonesia. Dan DPUM adalah salah satu pelopornya
  3. Mesin sortir berdasarkan ukuran tubuh hewan laut.
  4. Mesin pemotong sesuai spesifikasi masing-masing hewan laut. Jada ada mesin untuk fillet daging ikan, pemotong cumi (sehingga hasil potongannya berbentuk cincin/ring, seperti nanas, dan ada juga yang utuh) dan lain-lain.
  5. Mesin pengupas kulit dan kepala udang.
  6. Pengemasan produk segar maupun olahan.
  7. Mesin penggoreng.
  8. Ruang Kendali Utama. Jadi ceritanya ruang ini terhubung ke seluruh area pabrik dan mampu mengendalikan operasional mesin-mesin tadi dari satu tempat.
  9. Pengolah limbah

Penjualan

Hingga Q1 2017, kontribusi Pasar Dalam Negeri masih mendominasi dengan besaran 98,4% dan pasar ekspor baru 1,6%. Kedepannya, DPUM menargetkan pangsa ekspor hingga angka double digits. 

Paling jauh, DPUM sudah berhasil mengekspor ke Amerika, selain tentu saja negara-negara Asia yang memang terkenal menggemari seafood sejak dulu, yaitu Jepang, China, Korea Selatan dan Singapura. DPUM sudah berhasil mengantongi sertifikasi FDAA di Amerika Serikat.

Tatangan di Eropa dan di Kementerian Perikanan

Sampai saat ini DPUM masih berjuang keras untuk bisa menembus pasar Eropa. Ini karena, persyaratan ke sana sangatlah ketat. Uni Eropa menuntut kejelasan proses penangkapan, pengolahan dan pengiriman hasil laut ke sana. Sehingga, mereka menuntut ketiga proses tadi dilakukan oleh pihak yang sama. Sementara saat ini DPUM belum memiliki kapal untuk menangkap sendiri hewan-hewan laut tadi.

Kalau kita baca Prospektus IPO tahun 2015 lalu, kita bisa lihat bahwa memang DPUM ini sudah merencanakan untuk memiliki kapal penangkap ikan mereka sendiri (kalau tidak salah hingga 30-an kapal). Namun sampai saat ini hal itu belum terwujud. Mengapa?

Kalau kita lihat struktur pemegang saham, tampak bahwa saat ini 25% saham DPUM saat ini dikuasai entitas asing (ada 6 entitas asing). Kesemuanya merupakan badan hukum asal Singapura. Dari data inilah Kementerian Kelautan Dan Perikanan yang dipimpin Bu Susi memutuskan masih pikir-pikir untuk memberikan izin penangkapan ikan kepada kapal-kapal yang nantinya dimiliki DPUM. Seperti yang kita tahu, pemerintah memang sedang berusaha keras agar hasil laut Indonesia sepenuhnya dikuasai orang Indonesia sendiri. 

Padahal, menurut manajemen, keenam entitas tadi sifatnya hanya sebagai investor saja dan bukan pihak pengendali DPUM. Mereka menjamin bahwa PT Pandawa Putera Investama ( Pemegang 50,47% saham DPUM) selaku pengendali adalah dimiliki oleh dua founder DPUM yang merupakan WNI. Oleh karena hal ini, pihak KKP sedang dalam proses Due Dilligence  untuk memastikan benar-tidaknya DPUM dikuasai pihak dalam negeri.

Karena perijinan yang belum keluar itulah, maka DPUM belum bisa memiliki dan mengoperasikan kapal penangkap ikan mereka sendiri. Karena belum menangkap sendiri, mereka belum bisa memenuhi standar Uni Eropa. Karena belum memenuhi Standar Uni Eropa, tentu saja mereka belum bisa mengekspor ke Eropa. Mudah-mudahan saja proses Due Dilligence dari KKP cepat selesai.

Rencana Ke Depan

Ekspansi perusahaan yang sangat gencar beberapa tahun belakangan ini mengubah target manajemen dari perusahaan perikanan terbesar di Indonesia menjadi salah satu pemain utama bisnis perikanan dunia. Meski terkesan ambisius, namun faktanya memang raihan ekspansi DPUM selama ini terbilang sangat gemilang. Dari sekedar pedagang ikan di pasar tradisional di 2005, kini DPUM berhasil listing di BEI. Target pengembangan pabrik yang dipatok 3 tahun ternyata bisa selesai dalam waktu 1 tahun. 

Untuk mencapai target tersebut, selain dengan membeli kapal, DPUM juga berencana membangun mini-plant di daerah pantai di dekat area penangkapan ikan. Saat ini sumber ikan yang diambil adalah Laut Bali, Laut Flores, Perairan Makassar, Laut Timor, Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Karena pabrik existing sudah bisa menangani ikan dari Indonesia sebelah barat, maka mini-plant yang akan dibangun lokasinya di Indonesia timur (kemungkinan Maluku atau Papua).

Dukungan Pemerintah

Meski masih terganjal di perijinan Kapal, secara garis besar Manajemen mengakui bahwa dukungan Pemerintah terhadap Perseroan sangat baik. Saat ini perbatasan negara di laut sudah dijaga ketat, sehingga kapal-kapal asing sudah kesusahan untuk mencuri ikan lagi.

Sebagai gambaran, kapal ikan yang memasok bahan untuk DPUM (tentu saja ini kapal milik pihak ketiga/nelayan), jika biasanya butuh 2 bulan berlayar sampai muatan penuh, kini hanya butuh 1 bulan saja. Jika sebelumnya jaring ikan rusak karena jarang dipakai, sekarang rusaknya karena ikan selalu penuh dalam sekali angkat. 

Dukungan pemerintah ini tampak salah satunya dengan Hadirnya Bpk. Luhut Pandjaitan selaku Menko Kemaritiman dalam peresmian Perluasan Pabrik DPUM bulan agustus tahun lalu. 

Arus Kas Masih Minus

Nah, dari tadi kita bicara ekspansi, ekspansi dan ekspansi.  Namanya ekspansi tentu butuh duit. Dan itulah yang saya tanyakan pada pihak manajemen.

Antara 2015-2016 saja, DPUM sudah kehilangan 300 Milyar rupiah hanya untuk operasi usahanya sehari-hari saja, dan mengeluarkan 830 Milyar untuk ekspansi pabrik. Untuk menutupi biaya itu, DPUM mengambil dana 1,175 Trilyun yang bersumber dari pihak ketiga (baik dana IPO maupun utang bank).

Meskipun rasio DER perseroan masih bagus, hanya 0.3 per Q1 2017, namun komposisi hutang perseroan terbilang mengerikan: 61.3% (309 milyar) berupa hutang yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari 1 tahun. Sementara, kas perseroan hanya ada 62.5 milyar. Meski begitu memang jika di lihat dari Total aset lancar masih ada 809 Milyar. Artinya, rasio Lancar masih cukup aman, di angka 2.6 kali.

Perbandingan antara Kas dan Utang Jangka Pendek DPUM patut diwaspadai

Karena kas yang ada cukup mepet saat ini, maka mudah untuk memprediksi bahwa kurang dari setahun kedepan DPUM akan kembali mengambil pinjaman uang untuk melunasi hutang jangka pendeknya. Banyaknya arus kas dari aktivitas pendanaan ini juga menunjukkan bahwa sejauh ini DPUM belum mampu untuk hidup secara berkelanjutan dari aktivitas operasinya. Perkembangan mengenai arus kas dari aktivitas operasi inilah yang harus kita cermati kalau mau masuk untuk membeli saham DPUM. Meski dalam laporan keuangan DPUM sudah mencetak laba yang lumayan, namun kemampuan untuk meraup uang cash dari pelanggannya masih terbilang abu-abu.

Sebaiknya, kita wait and see saja perkembangan arus kas perusahaan ini sebelum masuk untuk berinvestasi. Angka laba bersih yang dilaporkan belum bisa dijadikan pegangan kalau uang cash riil-nya belum diterima DPUM dari pelanggannya.

Oleh-Oleh

Nah, ini salah satu yang ditunggu ketika saya menghadiri acara-acara suatu emiten. Ada hidangan dan Goodie Bag

Kalau kita hanya menghadiri RUPS-nya, bisa jadi kita gak dapet souvenir apapun. Goody bag baru dibagikan setelah Public Expose selesai. Mau tahu apa isinya? ada:

  1. Flash Disk berbentuk kartu berkapasitas 8 GB yang sudah diisi soft copy Annual Report dan Company Profile DPUM
  2. Flash Disk dari DPUM
  3. 3 pack Udang Tempura!
Baru kali ini saya nerima goody bag baunya amis. Hehe. Tempura udang yang diberikan masih dalam kondisi beku. Mantab deh pokoknya.

Untuk hidangan makanan, juga masih mengusung tema laut. Yang saya liat ada Nasi, Cumi, udang dengan beragam olahannya, beserta makanan ringan dan minuman lain.






  • Materi Public Expose DPUM tanggal 30 Mei 2017 bisa diunduh di sini
  • Ringkasan Pertanyaan hadirin (ada juga nama saya disitu) dalam Public Expose tersebut bisa diunduh disini



No comments:

Post a Comment