Thursday, June 11, 2015

Berinvestasi di Bursa Efek Indonesia

Di posting sebelumnya Tentang Pasar Modal, sudah disebutkan bahwa Indonesia saat ini hanya memiliki satu bursa efek, yaitu Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek Indonesia adalah hasil merger/penggabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
Kertas saham VOC

lambang VOC


Indonesia mempunyai bagian penting dalam sejarah perkembangan pasar modal dunia. Masyarakat kita khususnya di Jawa, dan lebih khusus lagi para mbah-mbah sangat akrab dengan kata kumpeni. Kata Kumpeni saat ini digeneralisir sebagai bangsa Belanda yang menjajah Indonesia. Namun dulu kata Kumpeni merujuk pada suatu mega korporasi besar pertama di dunia. Korporasi/perusahaan ini sebegitu besarnya sampai-sampai punya angkatan bersenjata sendiri.  Perusahaan itu adalah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC inilah perusahaan pertama di dunia yang secara resmi menerbitkan saham, dan diperdagangkan di bursa saham Amsterdam.

Selain VOC, sejarah penting pasar modal dunia yang terjadi di Indonesia adalah berdirinya Vereniging voor de Effectenhandel di Batavia sebagai cabang dari Bursa Efek Amsterdam tahun 14 Desember 1912. Bursa efek ini adalah yang tertua ke empat di Asia.

Meskipun punya sejarah yang panjang, namun pasar modal di Indonesia sempat mati suri. Peristiwa paling signifikan tentu saja adalah berdirinya Bursa Efek Jakarta tahun 1977 dan Bursa Efek Surabaya tahun 1989 yang kemudian keduanya merger tahun 2007 menjadi Bursa Efek Indonesia sebagai satu-satunya pasar modal di Indonesia. Oh iya, di tahun 1989 juga untuk pertama kalinya pasar modal mulai booming ke publik (mungkin itu alasannya di tahun itu didirikan Bursa Efek Surabaya). Pak Lo Kheng Hong sang Investor lokal yang terkenal itu juga mulai masuk bursa di tahun 1989.

Pertanyaannya, kenapa kita wajib berinvestasi di BEI? Apakah hanya karena alasan nasionalisme? Ya, itu salah satunya, tapi ada beberapa alasan lainnya:

  • Meskipun tanggal berdirinya agak telat di banding bursa-bursa modern terkenal lainnya, namun BEI punya kinerja luar biasa kinclong sebagai pasar ekonomi yang emerging. Perhatikan chart dari Yahoo! Finance berikut:
ket:
JKSE = IHSG
DJI = Dow Jones Industrial Average
N225 = Nikkei
GDAXI =Frankfurt DAX

       Disaat indeks bursa-bursa besar lainnya bertumbuh dibawah 200% jika dihitung sejak pertengahan 1998 sampai saat tulisan ini dibuat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah mencapai pertumbuhan 583%, itupun dalam kondisi bearish saat ini.

  • Pertumbuhan IHSG yang tinggi itu ternyata masih baru dinikmati oleh kurang dari 1% penduduk Indonesia. Saat ini jumlah investor lokal di BEI sekitar 500.000 orang dan mewakili 40% total jumlah investor BEI. Jadi 60 % pasar modal kita berisi investor asing. Miris. 
  • Pernahkah Mengeluh, atau mendengar orang yang mengeluh, bahwa perusahaan-perusahaan kita banyak dijual ke asing? like: 'Telkomsel sekarang dibeli Singapur...' , 'Bahkan deterjen aja masih dikuasai Belanda' dll. Tidak lama Anda mendengar orang lain lagi berkata: "Saham itu judi", "main saham itu Kapitalis, haram..", "Saya punya temen yang punya temen yang bunuh diri gara-gara main saham". Tidakkah kita berpikir betapa kontradiktifnya kedua jenis statement itu? Di satu sisi orang mengeluh perusahaan-perusahaan nasional dimiliki asing, tapi begitu ada kesempatan bagi penduduk kita ambil bagian sebagai pemilik dengan cara beli saham, malah dikatain yang aneh-aneh. Alhasil, jadilah asing tetap menguasai pasar. Saya sendiri tidak suka istilah main saham. kata main memberi kesan seolah-olah pasar modal sekelas dengan judi. Padahal ada ilmu yang sifatnya ilmiah agar kita bisa meraih keuntungan dalam jangka panjang, dan ilmu itu bisa dipelajari, bukannya random seperti halnya judi.
  • Sekarang transaksi Efek bisa dilakukan secara online. Tidak seperti era 90-an dimana suara dan debu kapur serta teriakan 'Beli!' dan 'Jual!' membahana di Gedung BEI, sekarang sudah tak ada lagi. Artinya juga Anda tidak perlu datang ke Jakarta untuk bisa bertransaksi saham. Perusahaan-perusahaan sekuritas bahkan BEI sendiri sudah mendirikan perwakilan di kota-kota seluruh Indonesia. Di Jayapura Papua sudah ada kantor perwakilan BEI. Sejauh ini setau saya Sinarmas Sekuritas adalah pemecah rekor jaringan kantor cabang terbanyak dan paling tersebar di Indonesia. Kalaupun di kota Anda belum ada kantor sekuritas, Anda masih bisa mendaftar secara online kok. Banyak perusahaan sekuritas yang sudah menyediakan layanan ini. Jadi ga perlu ke Jakarta untuk bisa investasi saham.
  • Bursa Efek Indonesia adalah pasar modal yang sangat teregulasi. Yang paling utama tentu saja oleh Undang-undang Pasar Modal, ditambah peraturan pemerintah dan menteri. Ada banyak lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Selain PT. Bursa Efek Indonesia sendiri, ada PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia dan PT. Kliring Penjaminan Efek Indonesia yang bertanggung jawab atas transaksi Anda. Aktivitas di BEI juga berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. Belum lagi, semenjak diwajibkannya sistem RDI (Rekening Dana Investor) maka dana deposit Anda dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan selama masih dibawah 2 Milyar.
  • Transaksi di negeri sendiri. Masih menyangkut poin di atas, Regulasi pasar modal di Indonesia tentu saja lebih menjamin investor lokal dibanding jika kita berinvestasi di pasar modal luar negeri. Jika sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kita lebih mudah mengawasi jika bursanya ada di negara sendiri ketimbang di negara lain. Ini juga peringatan bagi mereka yang bertransaksi forex pada broker luar negeri. Gimana kalo dananya raib dibawa perusahaan broker asing?
  • Masih terkait regulasi, karena jaring pengamannya sudah ada secara hukum, maka sejatinya resiko pasar modal terbesar ada di dalam diri kita sendiri, bukan di sentimen pasar, bukan di fundamental perusahaan, bukan di perekonomian makro. Jika kita membeli suatu efek karena melihat harganya terus naik lalu kita berharap harganya makin naik padahal kita tidak tahu fundamental perusahaannya dan tiba-tiba harganya jatuh, itu adalah kesalahan diri sendiri. Namanya kesalahan diri sendiri tentu saja bisa diminimalisir dengan cara Belajar. Untungnya, semua orang bisa belajar. Sayangnya, tidak semua orang mau belajar. :)

No comments:

Post a Comment