Wednesday, March 8, 2017

Bank Permata Tbk (BNLI)

akhirnya satu per satu emiten di bulan Maret ini mulai merilis laporan keuangan plus laporan tahunan mereka. Seperti yang sudah saya tulis dulu-dulu, saya lebih suka menganalisis perusahaan menggunakan Annual Report dibanding hanya laporan keuangan saja, karena seringkali ada informasi yang terlewatkan di laporan keuangan tersebut, namun tersaji secara detail di laporan tahunan, terutama informasi tentang manajemen.

Salah satu yang sudah merilis Annual Report adalah Bank Permata Tbk.

Bank Permata adalah buah dari karut-marut manajemen resiko di akhir era rezim Soeharto. Bank ini adalah hasil likuidasi dari 4 bank, yaitu Bank Bali, Bank Universal, Bank Prima Express dan Bank Artamedia. Dari keempat bank tersebut, mungkin yang masih populer sampai saat ini mengenai kasus likuidasinya adalah Bank Bali --yang di kemudian hari tickernya yaitu BNLI digunakan oleh Bank Permata-- yang mengalami kredit macet di Bank Dagang Nasional Indonesia lalu menyerahkannya ke BPPN, namun kasusnya semakin bergulir menjadi rumit (silahkan cari sendiri di Google).

Nah, setelah diambil alih negara, muncullah dua institusi besar, yang satu lokal yang satu asing. Si lokal adalah Astra International, sementara si asing adalah Standard Chartered. Keduanya mengambil alih kendali Bank Permata dari Pemerintah Indonesia melalui skema divestasi.

Nah, karena kita mau analisis sahamnya, tentu kita lihat dulu kinerja keuangannya.

Analisis fundamental Perbankan tidaklah 100% sama dengan analisis fundamental dasar untuk emiten lain. Selain variabel-variabel seperti PBV, PER, dan ROA, kita juga harus memperhatikan rasio-rasio khusus yang ada di dunia perbankan. Sekarang perhatikan chart berikut:

Sekilas dari chart diatas tampak bahwa kinerja BNLI terganggu dalam 2 tahun terakhir. Mari kita bandingkan rasio-rasio kinerja BNLI dibanding rata-rata bank nasional:

RasioBank PermataRata-rata Nasional
Kecukupan Modal (CAR)15.622.9
Kredit Bermasalah (NPL)2.22.9
Net Interest Margin3.95.6
Return on Asset (ROA)-4.92.2
Return on Equity (ROE)-38.315.9
Pertumbuhan Asset-9.410.4
Pertumbuhan Laba Bersih-27001.8
Loan To Deposit Ratio (LDR)80.590.7

Keterangan: Merah = lebih buruk dari rata-rata nasional, hijau = lebih baik dari rata-rata nasional

Nah, kalau kita perbandingan dengan bank-bank lainnya, memang Bank Permata ini sedang sial sekali di 2016. Namun, memangnya apa sih yang menyebabkan kinerja mereka 'seburuk' itu?

Rupanya, segalanya tampak buruk karena pihak manajemen Bank Permata membuat Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Pencadangan yang sebenarnya tidak benar-benar merenggut laba perusahaan ini diperbesar karena hingga pertengahan tahun lalu, NPL (Kredit macet) BNLI sangat tinggi, melebihi 5 %. Meskipun sudah bisa diturunkan di akhir tahun, namun hal ini ternyata tidak membuat manajemen berani bernafas lega. Mereka lebih memilih tetap memasang angka CKPN yang besar.

Memangnya, seandainya saja CKPN tidak ada, berapa kira-kira laba bersih BNLI di 2016?

mungkin chart berikut bisa menjelaskannya.


Perhatikan, bahwa Pendapatan operasional BNLI yang sebenarnya cukup besar, mencapai 8.15 Trilyun di 2016 langsung dibabat habis oleh angka CKPN yang nilainya tidak tanggung-tanggung: 12.2 Trilyun. Tentu angka ini jauh lebih besar dari resiko kredit macet BNLI yang kini dibawah 3%.

Sekarang, seandainya saja tidak ada CKPN tersebut, berapa kira-kira laba bersih BNLI? tidak usah repot-repot menghitung. Kita percaya saja pada manajemen yang bilang bahwa angkanya di kisaran 3.57 Trilyun.

Reaksi Majority Shareholder: Ganti Direktur & Right Issue

Meskipun sejatinya BNLI masih mencetak untung, pihak Astra dan Standard Chartered sepertinya tetap tidak puas dengan kinerja BNLI 2 tahun terakhir. Oleh karena itu di Desember 2016, dirutnya diganti dengan Ridha M Wirakusumah (caplokan dari Maybank).

Selain mengganti dirut, BNLI juga kembali melakukan Right Issue untuk menangani masalah permodalan ini. Bulan Juni tahun lalu tepatnya, dengan harga tebusan 526 per saham. Belum puas dengan itu, BNLI masih berencana Right issue lagi di tahun ini. Tinggal menunggu persetujuan pemegang saham saja.

di 2015 di artikel yang ini, saya pernah menulis bahwa ada baiknya kita, kalau bingung dengan analisis right issue, untuk tinggalkan saja emiten yang mau right issue tersebut. Sekarang, bagaimana dengan right issue BNLI ini?

Beruntung, riwayat majority shareholdernya (Grup Astra) dalam melakukan aksi korporasi terbilang sangat baik. Maksudnya, ketika melakukan right issue, kita bisa sedikit banyak yakin bahwa right issue tersebut memang untuk pengembangan perusahaan. Jadi, tidak terlalu merugian investor ritail sebenarnya.

They're just okay...

Kalau anda juga masih ragu dengan situasi keuangan Bank Permata, mari kita lihat hasil pemeringkatan dari PEFINDO untuk emiten ini. Semuanya menunjukkan outlook yang stabil:



Valuasi

Dengan harga saat ini di Rp700-an, market cap BNLI sekitar 15.67 Trilyun. Sementara ekuitas 19.3 trilyun, sehingga PBV-nya 0.81 alias sangat murah. Padahal, dalam sejarah akuisisi bank di Indonesia, rata-rata dihargai pada 2.5 hingga 4.7 kali (seperti kata pak Tahir si owner Bank Mayapada).

Begitu pula dengan PER. Memang kalo menggunakan laba bersih di laporan keuangan, PER-nya tidak bisa dihitung karena, secara akuntansi, perusahaan sedang rugi. Namun, kalau PER dihitung menggunakan angka sebelum CKPN, maka akan kita dapat angka 4.39x.  Tentunya sangat rendah untuk sebuah bank milik grup moncer Astra.

Yang membuat ganjil adalah harganya saat ini, digerakkan hanya oleh 10% pemegang saham (90% dipegang oleh majority shareholder). Bagaimana mungkin suatu harga wajar bisa ditentukan oleh sekelompok minoritas pemegang saham, lalu kita mempercayai harga bikinan orang-orang itu?

Oleh karena itu, BNLI secara valuasi terbilang sangat menarik. Kalau mau masuk, mungkin kita bisa tunggu hingga proses Right issue tahun ini selesai, lalu beli dan kita tinggal tidur saja.



No comments:

Post a Comment