Tuesday, August 16, 2016

Short Selling, Meraup Untung dari Kejatuhan (Saham) Perusahaan [part 2]

Bursa Efek Amsterdam, 1622
Lanjutan dari Short Selling, Meraup Untung dari Kejatuhan (Saham) Perusahaan [part 1]

Sejarah Short Selling


Mekanisme cerdas alias agak rumit dari Short Selling ini, percaya atau tidak, sudah tercatat dalam sejarah sejak leih dari 400 tahun yang lalu. Ia lahir di bursa saham pertama di dunia dan saham yang di Short adalah saham perusahaan publik pertama di dunia. Adalah VOC yang biasa kita pelajari di sekolah SD-SMP dulu, suatu perusahaan raksasa multionasional pertama yang pernah ada di bumi ini.


Salah satu pelaku awal Short Selling itu adalah Isaac Le Maire, mantan Direktur VOC yang sakit hati lantaran dipecat dari VOC karena sikapnya yang tidak transparan soal keuangan. Pada tahun 1909 ia, berbekal pengetahuannya tentang VOC yang didapat selagi masih jadi Direktur, mulai meminjam saham VOC milik orang lain. Selagi meminjam, ia memprovokasi Perusahaan India Timur Perancis (VOC-nya Perancis) untuk terus merebut pasarnya VOC. Karena provokasinya ini, harga saham VOC anjlok. Ia pun meraup untung dari selisih harga saat pengembalian saham yang ia pinjam.

Cornering: Shortselling-nya Short Sell

Nah, kalo yang ini adalah pengembangan lebih rumit lagi. Jika Short Sell dilakukan karena kita memprediksi saham akan turun selagi publik masih optimis, maka Cornering adalah kita meminjamkan saham kita pada orang-orang yang melakukan Short Sell. Setelah kita meminjamkan saham itu, kita lalu memborong saham perusahaan yang sama di bursa dalam jumlah besar. Alhasil, harga saham tersebut naik.

Hal ini membuat kita selaku pemberi pinjaman saham mendapat 2 sumber keuntungan: satu dari bunga yang harus dibayar pelaku Short Sell, satu lagi dari kenaikan harga saham yang mereka kembalikan pada kita.

Rumit ya...

Konotasi Buruk

Short Selling memiliki kualitas istilah yang terkait dengan dunia kejahatan. Ini karena ada banyak proses yang harus dilakukan, yang dengan kasar bisa kita sebut sebagai 'intrik', untuk terjadinya suatu short sell.

Lalu, juga muncul pertanyaan soal moral. Apa adil seseorang meraup untung dari kerugian yang dialami khalayak publik? Kalau hal ini ditanyakan ke investor, tentu saja akan menjawab "Salah".
Namun, ada pendapat lain yang menyatakan "belum tentu salah".

Pelaku Short Sell, tentu melaksanakan aktivitas tersebut berdasarkan analisanya sendiri (kalau tidak, maka namana spekulator). Banyak short-seller sukses yang mendasarkan analisisnya pada analisis fundamental yang teliti, mendalam, dan independen dari pendapat orang lain.

Namun, publik tidak semuanya cerdas. Publik juga berisi orang-orang ceroboh. Orang-orang rakus, tamak. Kalau ada short-seller yang pasang posisi, maka itu bisa juga pertanda bahwa publik sudah gila-gilaan. Tindak tanduk publik sudah diluar nalar. Maka kalau gelembung harga sudah pecah, itu salah publik sendiri. Short-seller tidak punya andil. Tentu saja itu kalau si short-seller tidak melakukan sesuatu yang jahat untuk mempermainkan harga.

You know what? 

Pada 11 September 2001, ketika gedung kembar WTC dirubuhkan oleh aksi terorisme, tersebar isu di kalangan pasar modal Amerika Serikat bahwa Osama Bin Laden melakukan shorting, tentu melalui kaki tangannya, pada saham-saham penerbangan dan asuransi. Gossip ini tidak terbukti.


Bersambung ke part 3

No comments:

Post a Comment