Friday, September 4, 2015

Cara menghitung Harga Wajar & Margin Of Safety

Setelah tanggal 1 kemaren kita ngomongin tentang strategi-strategi dasar dalam berinvestasi (not trading), maka kali ini kita akan "menyusup" lebih lanjut, dimana yang kita bahas adalah tentang cara menilai harga wajar suatu perusahaan.

Jadi begini. Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa harga di pasar selalu digerakkan oleh kerakusan dan ketakutan pada diri para manusia yang terlibat di dalamnya. Ketika publik berharap banyak pada suatu saham, maka saham tersebut akan dia beli. Banyaknya orang yang membeli akan membuat harga saham tersebut naik, begitupun sebaliknya kalau banyak yang jual tapi sedikit pembeli karena ketakutan, harganya turun.

Dari fenomena seperti ini kemudian memunculkan perdebatan: apakah pasar benar-benar efisien? Dalam artian, apakah harga pasar, yang selalu berubah tiap saat itu, sudah mencerminkan nilai sesungguhnya dari suatu saham?

Terlepas dari perdebatan yang muncul, konsep tentang Nilai Intrinsik merupakan konsep yang berangkat dari keyakinan bahwa "Pasar Tidak Pernah Efisien". Harga pasar dari suatu saham dengan harga sejati dari perusahaan adalah dua hal yang berbeda.

Namun, Pada akhirnya pergerakan nilai pasar ini akan mengikuti nilai perusahaan itu sendiri dalam jangka panjang. Artinya dalam jangka pendek ya... seringkali mereka berdua berseberangan.Namun untuk rentang waktu yang lebih lama, keduanya akan selalu bertemu alias sejalan.

Sayangnya, sampai sekarang belum ada rumusan yang bisa menilai dengan pasti nilai suatu perusahaan. Oleh karena itu, Nilai perusahaan tetaplah subyektif tergantung orang yang menghitungnya.

Langkah-langkah yang paling umum digunakan untuk menghitung nilai wajar (sering pula disebut Nilai intrinsik) perusahaan adalah spt berikut:


  1. Pastikan perusahaan yang akan kita nilai nilai wajarnya adalah perusahaan tumbuh secara stabil.

    Emiten Komoditas susah memenuhi poin pertama ini karena untung rugi mereka datang dari komoditas yang harganya bisa naik turun tergantung pasar.
  2. Tentukan EPS(Earning Per Share/Laba Per Saham) dari 5 tahun yang lalu hingga EPS tahun terakhir.

    Mengapa 5 tahun?

    Karena semakin panjang rentang waktunya, data yang kita gunakan akan semakin akurat dalam menggambarkan keadaan perusahaan. Di tahun-tahun pertama biasanya EPS masih berfluktuasi karena data sample terlalu terlalu pendek rentangnya. 5 tahun dianggap sudah cukup menggambarkan kinerja perusahaan secara utuh.
  3. Dari poin 2 diatas, EPS tahun terakhir dikurangi EPS 5 tahun sebelumnya. Bagi hasil pengurangan tadi dengan 5, kalikan 100%. Anda akan mendapatkan angka CAGR (Compound Annual Growth Rate) yaitu Laju pertumbuhan majemuk tahunan.

    Jika hasilnya lebih dari 20%, maka gunakan angka 20%.

    Kenapa?

    Karena perusahaan, seperti halnya tubuh manusia, juga tidak mungkin berkinerja kinclong secara terus menerus. Ada kalanya ketika sudah tumbuh pesat terlalu lama, kecepatan pertumbuhan mereka akan melambat (yang penting tetap untung, it's ok). Apalagi jika perusahaan tersebut sudah menjadi besar.
  4. Tentukan besaran perkiraan inflasi tahunan. Tapi jangan gunakan data inflasi BPS. Untuk amannya, besaran bunga obligasi pemerintah sebagai acuan. Rumus gampangnya: bunga obligasi biasanya sekitar 1% diatas BI rate.
  5. Sekarang anda renungkan. Kira-kira, apakah sepuluh tahun kedepan, perusahaan itu masih bisa beroperasi sambil mempertahankan pertumbuhannya?

    asumsikan jawabannya: Iya.

    Maka EPS nya akan bertumbuh sesuai CAGR pada poin 3 diatas. misal EPS tahun 2014 sebesar Rp100. Maka EPS tahun 2015 adalah Rp120 (100+20%). EPS tahun 2016 adalah EPS tahun 2015 tambah 20%. EPS 2017 adalah EPS 2016 tambah 20%.

    Begitu seterusnya hingga anda menemukan bahwa EPS 10 tahun kemudian (tahun 2025) adalah sebesar Rp743.

    Sekarang, karena perusahaan dianggap mencetak laba terus dari tahun ke tahun, bayangkan bahwa SEMUA EPS selama 10 tahun tersebut dikumpulkan jadi satu, karena dimasukkan sebagai modal bersih. Ingat, EPS tahun 2014 tidak dihitung karena yang kita hitung adalah perkiraan laba masa depan.

    Anda akan mendapat angka Rp3115. Itulah Total EPS dalam 10 tahun ke depan.
  6. Ingat bahwa, pertambahan laba perusahaan juga tidak murni karena keberhasilan usaha semata, namun juga karena faktor inflasi.Pikirkan saja: uang Rp1000 di tahun 2006 masih bisa untuk beli mie instan sebungkus. Sekarang susah sekali mencari mi instan di harga segitu. Ini karena adanya inflasi.

    Intinya, CAGR sebesar 20% tadi, tidak hanya karena peningkatan kinerja perusahaan, tapi juga inflasi terlibat di situ. Jadi jangan senang dulu pada perusahaan yang prosentase pertumbuhan labanya mepet-mepet dengan angka inflasi (apalagi dibawahnya!) misalnya laba naik 6% tahun ini, eh ternyata inflasinya 8% pertahun. Sejatinya perusahaan itu hanya impas bahkan rugi!

    Nah, karena inflasi juga terlibat dalam penghitungan CAGR, maka pada angka 3115 tadi pasti juga melibatkan inflasi. Oleh karena itu kita sisihkan inflasinya.

    Ingat, dalam berinvestasi kita harus sekonservatif mungkin (optimisme seringkali dianggap haram dalam aliran ini). Oleh karena itu jangan kita gunakan data BPS (karena bisa jadi angka yang diterbitkan mereka juga mengandung unsur politis, siapa tahu? hehe). Gunakanlah BI rate + 1%, karena bunga obligasi pemerintah biasanya sekitar itu. Saat artikel ini ditulis, BI rate sebesar 7.5%. Maka kita gunakan angka 7.5%+1%=8.5%
  7. karena asumsi inflasi 8.5% tiap tahun selama 10 tahun, maka besaran total inflasi selama 10 tahun adalah (100%-8.5%)^10 = 41%
  8. kurangkan angka 3115 tadi sebesar 41%. hasilnya adalah EPS selama 10 tahun yang sudah kita hilangkan inflasinya. EPS 10 tahun tanpa inflasi itu adalah Rp1838.
  9. Tambahkan angka 1838 tadi dengan nilai buku perusahaan. nilai buku alias book value= jumlah ekuitas saham dibagi jumlah saham.  Misal ekuitas tahun 2014 adalah 1 Trilyun, dan jumlah saham beredar adalah 1 Milyar lembar. Maka book value nya adalah 1 Trilyun/1 Milyar = 1000

    Kemudian, Rp1000+Rp1838 = 2838. Inilah nilai wajarnya

    Bagaimana dengan Margin Of Safety?

    Gampang kok.

    Margin of Safety adalah konsep tentang batas aman untuk membeli suatu saham. MOS tiap-tiap orang bisa berbeda tergantung selera, tapi yang sering digunakan adalah sekitar 20-25% dibawah nilai wajar. Jadi MOS dari saham yang kita hitung di atas, jika kita gunakan angka 20% adalah:

    =Rp2838*(100%-20%)
    =Rp2838*(80%)
    =Rp2270.

    Artinya, kita sudah dianggap aman untuk membeli saham jika harga sahamnya Rp2270 kebawah. Meskipun setelah kita beli harganya jatuh ke Rp150 pun, pada akhirnya harga sahamnya akan naik kembali ke nilai wajarnya.

    Jika di kemudian hari ternyata harga sahamnya melebihi nilai wajarnya, maka segera lepas saham tersebut jika ingin meminimalisir resiko, karena selebihnya bisa dianggap sebagai bubble pasar.

    Ingat, masih ada faktor lain yang menentukan harga wajar suatu saham, terutama umur perusahaan tersebut, seberapa mapan perusahaan, dll. Ambil contoh UNVR dan MLBI. Dua perusahaan ini sangat tua dan mapan. Jangankan 10 tahun, 20 tahun pun kita masih yakin perusahaan-perusahaan ini masih akan berproduksi. Oleh karena itu prediksi tentang "seberapa lama perusahaan mampu terus mencetak untung" juga harus diperhatikan baik-baik.

    Saya sengaja tidak memberikan satu rumusan singkat yang merangkum semua penjelasan di atas. Belakangan ini mulai muncul tool-tool gratis di internet untuk menghitung Nilai wajar dan Margin of Safety secara cepat. Tool tersebut baik, namun hanya bisa efektif kalau kita juga sudah memahami laporan keuangan dari tahun ke tahun (tentu saja dengan membacanya secara teliti!). Kalau tidak, mungkin hasilnya mirip kayak INDX yang pernah saya tulis artikelnya di sini.

3 comments:

  1. bang ane pemula, mau nanya, harga wajar UNVR dan angka jaring pengaman berapa ya bang?

    ReplyDelete
  2. Silahkan download laporan keuangannya, hitung dengan metode diatas. satu hal yang perlu perhatikan adalah UNVR itu perusahaan yang sangat tua dan mapan, jadi EPS totalnya menggunakan angka diatas 10 tahun (mungkin 20 tahun? 30 tahun? terserah asumsi anda).
    sudah banyak kok yg menghitung harga wajar UNVR. bisa dicari di google

    ReplyDelete
  3. eps tahun terakhir di kurangi eps 5 tahun sebelumya .minus dong hasilnya

    ReplyDelete