Tuesday, August 16, 2016

Short Selling, Meraup Untung Dari Kejatuhan (Saham) Perusahaan [Part 1]

Hari ini saya jalan-jalan ke Perpustakaan DI Yogyakarta, atau nama gaulnya Gedung Grahatama Pustaka. Saya gemar kemari karena koleksi buku-bukunya lengkap dan bermutu (isinya rata-rata lebih mendalam dari yang di Perpustakaan Jogja Kota). Kali ini tentu saja saya mencari buku-buku investasi.


Beruntung kali ini saya menemukan buku yang bagi saya isinya sangat bagus. Judulnya
SHORT SELLING: Trik Kaya Dari Kejatuhan Harga Saham
Yang nulis Bapak Tom Taulli, penulis Wall Street yang biasa membahas perusahaan-perusahaan IPO dan perusahaan yang cocok untuk jadi objek Short Selling.

Lalu, apa sebenarnya short selling itu?
Lebih mudah menggambarkan short selling sebagai kebalikan dari transaksi reguler. You know, saat kita berdagang, kita membeli suatu barang dari satu pihak lalu menjualnya kepada pihak lain. Perbedaan harga ketika membeli lalu menjual itulah yang diharapkan jadi keuntungan buat kita.

Kalau transaksi itu dilakukan untuk barang-barang fisik sehari-hari (sembako, mobil baru, pacar, baju baru, dll ) maka tentu mudah saja. Kita tinggal beli barang dari distributor dengan harga murah lalu menjualnya ke pembeli dengan harga yang lebih tinggi. Pembeli jangan sampai tahu harga aslinya yang berlaku kalau beli dari distributor, karena bisa marah-marah melihat perbedaan harga yang besar.

Beda kasus kalo kita jual beli di pasar modal, dalam hal ini Bursa Efek Indonesia. Meskipun kita tidak mengenal siapa yang membeli dan menjual saham, namun kita bisa melihat data-data penawaran dan permintaannya. Kita bisa lihat berapa banyak pihak yang ingin menjual atau membeli saham apa di harga berapa dan seberapa banyak. Dengan metode lelang terbuka inilah terbentuk harga yang transparan.

Karena harga yang transparan (tidak seperti ketika kita jual beli sembako tadi), maka kita baru bisa menjual saham di harga yang lebih tinggi kalau memang hasil transaksi pasar membuat harga suatu saham naik. Dari sinilah berkembang ilmu analisis fundamental maupun teknikal.

Meskipun berbeda mekanisme dalam meraup keuntungan, namun proses dari dua contoh transaksi tadi sama:

BELI MURAH LALU JUAL MAHAL
 Short Selling

Nah, Short Selling adalah kebalikan dari proses diatas. Maka Short Selling bisa kita tulis sebagai:
JUAL MAHAL LALU BELI MURAH

Bingung? Mungkin akan lebih jelas kalau dijabarkan lagi. Misal saham yang mau kita Short Sell adalah saham WXYZ:

HARGA SAHAM WXYZ MAHAL -> PINJAM SAHAM WXYZ MILIK ORANG -> JUAL SAHAM PINJAMAN TADI ->  HARGA SAHAM WXYZ TURUN -> BELI SAHAM WXYZ -. KEMBALIKAN SAHAM WXYZ KE ORANG TADI.
Perhatikan grafik berikut:

sumber: www.fqzhang.com
Short selling cocok untuk harga saham yang diprediksi turun.
Sumber: www.fqzhang.com

Jadi, keuntungan dari proses Short Sell diperoleh ketika kita mengembalikan saham pinjaman dari orang lain menggunakan dana yang lebih sedikit dari saat kita menjual saham pinjaman tersebut.

Lalu, si orang yang meminjamkan saham dapat untung apa? 
Dari bunga. Seperti halnya peminjaman uang/utang, minjam saham juga ada bunganya. Besaran bunga tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Karena keberadaan bunga ini, kita juga harus memprediksi besaran penurunan harga minimal. Kalau penurunan harganya terlalu sedikit, bisa-bisa kita tetap rugi karena bunga yang harus dibayar.

Mengapa disebut 'Short'

Di sebut short, karena transaksi ini punya tenggat waktu.

Jika berinvestasi di suatu saham dengan uang kita sendiri, umumnya kita tidak punya batasan waktu kapan harus menjual saham tersebut. Yang jadi patokan hanyalah bahwa harga saham harus menyentuh level harga wajarnya sesuai perhitungan kita. Tidak ada yang terganggu kepentingannya kalau kita terus menerus meng-hold saham tersebut atau menjualnya sesegera mungkin.

Sementara dalam transaksi short selling, umumnya kita punya tenggat waktu pengembalian saham. Umumnya tenggat waktu tersebut 6 bulan kebawah.

Transaksi Short menyinggung banyak aspek hukum yang jauh lebih rumit daripada proses transaksi biasa. Oleh karena itu umumnya kita akan dikenakan berbagai macam syarat dan ketentuan. Yang paling menonjol adalah perkara Margin Call (Saat ketika Broker meminta kita untuk meningkatkan jumlah uang tunai/saham jaminan).

Kalau pada transaksi marjin, Margin Call dilakukan ketika harga saham yang di-margin-kan lebih rendah dari nilai saham/uang tunai yang kita jaminkan. Kalau di Short Sell, kita justru kena margin call waktu harga saham yang di Short-kan jauh melebihi uang tunai/saham yang kita jaminkan. Margin Call dilakukan untuk meyakinkan broker (dan orang yang kita pinjam sahamnya) bahwa kita mampu mengembalikan saham yang kita pinjam sesuai perjanjian meski harganya kini lebih tinggi dari saat kita meminjam saham tersebut. Cara meyakinkannya? Tentu saja dengan menyetorkan aset sesuai besaran kenaikan harga saham.

Mirip Meminjam Uang

Ketika kita meminjam barang, sebut saja sepeda dari orang lain, maka kita punya kewajiban untuk mengembalikan sepeda tersebut sebagai barang yang sama seperti saat kita membeli. Tidak boleh ditukar dengan barang lain.

Berbeda dengan meminjam uang. Misal kita pinjam uang dari orang tua (bebas bunga bro!) sebesar 1 juta. Orang tua tidak akan menuntut kita untuk mengembalikan uang tadi sama persis (nomor seri uang harus sama), yang penting nominalnya harus sama: 1 Juta.

Meminjam saham juga seperti itu. Pokoknya yang harus kita kembalikan adalah saham perusahaan yang sama dengan jumlah yang sama. Tak peduli kita mendapatkan saham tersebut dari orang yang  sama atau berbeda dari saat kita menjualnya.


Bersambung ke Short Selling, Meraup Untung Dari Kejatuhan (Saham) Perusahaan [part 2]

No comments:

Post a Comment