Tuesday, January 31, 2017

Analisis Saham Bank Bumi Arta (BNBA)



Kali ini saya kembali lagi setelah sempat vakum beberapa bulan dalam menganalisis saham-saham murah yang tidak terdeteksi pasar. Seperti yang kita ketahui, kerjaan seorang value investor adalah mencari saham yang diabaikan oleh orang lain. Sejauh ini emiten paling terkenal yang pernah saya bahas adalah PT Bumi Resources (BUMI), namun itupun saya bahas ketika harganya masih 50 (Klik di sini untuk melihat artikel yang saya tulis pada January 2016, saat harganya masih Rp50). Sekarang orang baru beramai-ramai membahasnya di forum-forum ketika harganya terus menanjak mendekati angka 500. Bagi anda yang sudah masuk di harga gocap, tentu saat ini sedang bergembira menikmati kenaikan harga hingga 9x lipat, dan sepertinya akan terus menanjak menembus 900-an.

Kali ini saya kembali akan membahas "BUMI". 'Bumi' yang ini juga statusnya salah harga seperti Bumi resources ketika saya membahasnya di sini. Tapi kali ini 'Bumi'nya bukan perusahaan tambang, melainkan sebuah bank. Dan 'Bumi' ini juga bukan perusahaan yang pernah terkenal lalu jatuh dan bangkit lagi harganya seperti Bumi resources. Malah, 'Bumi' yang ini hampir tidak dikenal publik selain nasabah setianya.

'Bumi' kali ini adalah Bank Bumi Arta (BNBA).

BNBA sebagai sebuah bank sebenarnya berumur cukup tua, didirikan tahun 1967. Bumi Arta merger dengan Bank Duta Nusantara tahun 1976. Bank memiliki 10 kantor cabang, 22 kantor cabang pembantu, 20 kantor kas dan 42 payment point yang tersebar dari Medan hingga Makassar.

BNBA dari segi sebaran kantor serta popularitas memang sangat kecil. Bank ini jarang beriklan. Kalau orang mendengar namanya maka biasanya menduga bahwa bank ini kualitasnya baru sekelas BPR(itu tuh, bank kecil yang biasanya kantornya di pasar-pasar tradisional). Nah apakah benar demikian? Mari kita telusuri.

Berikut perkembangan BNBA dalam lima tahun terakhir:

Dari segi aset, BNBA mencatatkan pertumbuhan yang cukup baik. naik rata-rata 14,74% per tahun. Pertumbuhan ini tentu saja ditopang dari pertambahan jumlah uang yang disimpan oleh nasabah (dalam laporan keuangan akan dimasukkan sebagai liabilitas/utang) dan kenaikan nilai ekuitas. di tahun 2011, simpanan di bank ini baru sekitar 2,42 Trilyun. Tapi di 2015, besarannya membengkak jadi 5,21 trilyun, artinya naik rata-rata 16,58% pertahun.

Selain dari simpanan nasabah, kenaikan aset juga berasal dari kenaikan ekuitas.

Nah, sampai disinilah Anda harus waspada. Perhatikan bahwa dari 2012-2014, ekuitas BNBA hanya naik dari 522 milyar jadi 602 milyar. Tetapi, tiba-tiba saja di 2015 ekuitas naik menjadi 1,24 trilyun!

Tentu saja, anda tidak boleh langsung gembira dengan lonjakan ini.


Di tahun 2015, ternyata BNBA melakukan revaluasi aset. Seperti yang pernah saya jelaskan di artikel sebelumnya (klik disini), revaluasi aset memungkinkan suatu perusahaan untuk mencatatkan kenaikan modal yang mereka miliki, karena meng-update harga dari suatu properti yang memang umumnya naik dari tahun ke tahun. Ini pula yang terjadi di BNBA. Tercatat, hasil dari revaluasi aset adalah tambahan angka Rp605 milyar. Besar sekali. 

Bagaimana jika tidak dilakukan revaluasi aset? well, gambarannya bisa dilihat dari peningkatan aset dari 2015 ke 2016. Kenaikannya hanya 3,67%. Kecil sekali.

Satu hal yang jadi kabar baik, mungkin, adalah BNBA ini gemar bagi-bagi dividen rutin. Nilainya juga tidak terlalu kecil: yield-nya 3.8% tahun lalu. Semenjak emiten ini IPO pertama kali di 2006, tidak pernah absen tiap tahunnya untuk bagi-bagi dividen.


Valuasi


Nah, kinerja sudah. Kini valuasinya.

Dengan aset bersih 1,27 Trilyun, dan harga saham 222 per saham, valuasi bank ini terbilang murah sekali. Hanya 0,4X. 

PER-nya juga lumayan murah, 7,97x

Sepanjang sejarah, pergerakan harga sahamnya juga tidak bisa dibilang menarik. Harga saham tidak berbeda jauh sejak tahun 2012. Tentu saja ini berkaitan dengan fundamentalnya yang biasa-biasa saja. Selain itu, jumlah saham yang dimiliki publik sangat kecil, hanya 10%. 90% dimiliki oleh para pendiri. Akibatnya, saham jadi tidak likuid. Tidak menarik bagi kebanyakan investor. Tidak ada berita-berita yang bisa menaikkan dan menurunkan harga saham secara signifikan. 

3 pemegang saham utama BNBA sepertinya lebih suka langsung mengambil uang tunai yang dihasilkan perusahaan mereka melalui dividen ketimbang menahannya untuk dijadikan modal dalam berekspansi. Alhasil, perusahaan ini tidak bertumbuh banyak.

Saya sendiri baru akan tertarik kalau harga BNBA ada dibawah 200, seperti yang terjadi beberapa minggu lalu. Kalau majority shareholder tidak mau mengubah kebiasaannya untuk berhenti menarik dividen, mungkin ya kedepannya kinerjanya juga segitu-segitu aja. 

Bagaimanapun, emiten ini masih terbilang undervalued. Peluang untuk naik masih besar. Namun, anda harus punya kesabaran yang besar, karena butuh jangka waktu yang lama untuk naik secara stabil (kalau naik dalam waktu singkat sih, besar juga kemungkinan untuk harganya dibanting).

No comments:

Post a Comment