Thursday, April 6, 2017

Mandala Multifinance (MFIN)

di bulan Februari 2017, pernah saya menulis tentang Menyaring Saham Dengan Kriteria Fundamental Yang Extreme. Di situ saya menulis bahwa kadang-kadang dalam situasi yang ekstrim, pasar menawarkan harga saham perusahaan yang bahkan masih dibawah nilai yang berhasil ia kumpulkan di periode yang sama (dan itu masih belum termasuk aset bersih yang ia miliki sendiri).

Saya melakukan screening dengan cara tersebut di penghujung tahun 2016. Tentu saja saat itu IHSG tidak semahal sekarang (masih 5000-5100, sekarng sudah diatas 5600). Jadi ketika kala itu masih bisa menemukan 1-2 perusahaan dengan kriteria di artikel tersebut, maka saat ini bisa dibilang mustahil menemukannya dengan cara yang sama.

2 Perusahaan yang saya temukan dengan menggunakan metode tadi adalah Mandala Multifinance (MFIN) dan TKIM (Pabrik Kertas Tjiwi Kimia).

Saya memilih untuk fokus di MFIN. Terutama sekali karena, jika anda mengamati portofolio saya, saya memang sudah melihat peluang di MFIN ini sejak awal menulis blog yang anda cintai ini. Ya, sejak pertengahan 2015. Cukup lama dinanti, malah dikemudian hari makin turun hingga 750-an. Meski sempat keluar dari perusahaan tersebut (misalnya posting portofolio ini) tapi ujung-ujungnya masuk lagi, karena menurut saya terlalu menarik untuk dilewatkan.

MFIN merupakan perusahaan pembiayaan yang fokus pada pembiayaan kendaraan bermotor (leasing). Sebagai perusahaan leasing, MFIN memang masih kalah populer dibandingkan WOMF apalagi Adira. Perusahaan ini jarang beriklan di tv-tv, dan lebih mengincar daerah-daerah yang agak pelosok dibanding Adira.

Namun justru disitulah keunikannya menurut saya. perusahaan yang kurang terkenal ini diam-diam punya jaringan kantor cabang yang luas. berikut peta persebaran kantor cabangnya:
per 31 Desember 2015, kantor pelayanan MFIN ada 247 dan tersebar dari Aceh hingga Sorong
Waktu saya menghadiri pemakanan salah seorang kerabat di Makale Tana Toraja yang jaraknya 10 jam perjalanan darat dari Makassar pun, saya beberapa kali melihat spanduk MFIN ini bertebaran. ternyata memang benar, Sulawesi Selatan adalah salah satu basis pemasaran MFIN. Di satu provinsi ini saja, ada 26 kantor pelayanan MFIN.

MFIN merupakan bagian dari grup usaha Lautan Teduh yang dikuasai keluarga Guan. Lautan Teduh sendiri merupakan dealer spesialis sepeda motor Yamaha wilayah sekitar Lampung. Jadi situasinya cukup unik: si anak usaha punya wilayah kerja yang jauh lebih luas dari si induk usaha.

Si pemegang saham utama juga sangat jarang koar-koar di publik. Malah kalau kita tidak mencari sendiri, kita tidak akan melihat sekilas pun berita tentang emiten ini di layar Online Trading.

Bagaimana perkembangan kinerja MFIN?

Dari chart di atas tampak bahwa ekuitas MFIN naik secara konstan dari tahun ke tahun. Rata-rata kenaikan Ekuitas MFIN dalam 5 tahun tahun terakhir adalah 15.34% per tahun.
Namun anda perlu memberikan perhatian khusus pada angka liabilitas.

Jika biasanya penurunan liabilitas adalah pertanda yang baik bagi perusahaan, namun tidak bisa disimpulkan hal yang sama untuk MFIN. Mengingat MFIN adalah perusahaan leasing dengan sumber dana cepat-nya adalah utang bank dan obligasi, maka menurunnya liabilitas MFIN bisa diartikan bahwa perusahaan tidak banyak menyalurkan pembiayaan (sehingga ia tidak mengajukan uang pinjaman ke bank/menerbitkan obligasi). 
Benar saja, sesuai surat penjelasan manajemen kepada BEI, dijelaskan mengapa mengapa liabilitas perusahaan keuangan ini (yang harusnya wajar untuk memiliki liabilitas besar) bisa menurun drastis di 2016:

Dari segi laba-rugi, tampak bahwa MFIN masih menunjukkan kinerja positif dari tahun sebelumnya (2015), namun kenaikan laba tersebut lebih karena langkah efisiensi saja. Seperti yang sudah disebutkan di surat di atas, pembiayaan tahun 2016 lebih rendah dari setahun sebelumnya. Tercermin dari laporan pendapatan pembiayaan dibawah ini:
Tampak jelas bahwa pendapatan menurun dari 1.72 trilyun di 2015, menjadi 1.46 trilyun di 2016

Dari segi arus kas, tampak bahwa tiap tahun uang dari aktivitas operasi (uang yang dikumpulkan dari setoran cicilan pelanggan) hampir selalu setara dengan uang yang dikeluarkan untuk aktivitas pendanaan (pelunasan obligasi, utang bank, kasih dividen ke pemegang saham, dll). di 2014, tampak uang yang masuk malah minus. Mungkin karena saat itulah MFIN sibuk menyalurkan pembiayaan baru (arus kas pendaaan positif, karena ngambil utang dan baru dibalikin tahun depannya).

Arus kas pendanan di 2016 tampak sangat mencolok minusnya. Seperti yang disebutkan di awal analisis keuangan, MFIN sibuk mengurangi utangnya dengan melunasi dalam jumlah besar di 2016. selain itu, MFIN tetap setia membagi dividen kepada pemegang sahamnya.

So? Masih Layak Investasi?

Meski sudah menanjak 100% harganya sejak awal Februari hingga awal april ini, namun menurut saya, MFIN masih undervalued. Hanya saja, namanya saja baru menanjak tinggi, anda harus ingat dengan konsep cooling down (turun/stagnan beberapa saat setelah naik tinggi dalam waktu cepat). Dan fase cooling down ini saya tidak paham kapan selesainya.

Satu yang anda harus perhatikan, yaitu perkembangan pasar otomotif di Indonesia tahun ini dan kedepannya. Jika di 2013 OJK mengetatkan aturan leasing motor dengan DP minimum 20% bisa membuat sektor ini lemas (dampaknya terasa hingga 2016). maka kini nampaknya sudah mulai longgar dan orang sendiri sudah mulai terbiasa dengan aturan tersebut.

Dari pihak Asosiasi Industri otomotif Tanah Air pun memprediksi pertumbuhan industri ini di 2017 akan sekitar 7%. Kalau MFIN mau bertahan (dan berkembang), MFIN harus segera cepat membentuk tim pemasaran yang mumpuni untuk memanfaatkan momentum ini. Dan berdasarkan kinerjanya yang dulu-dulu (selama manajemennya belum ganti), saya yakin MFIN bisa meraihnya.

Dari screenshot di bawah dari situs Reuters, tampak MFIN masih menarik dibanding rata-rata perusahaan lain di industri yang sama. ROI (return on investment, perbandingan jumlah laba terhadap aset-aset [baik milik sendiri maupun utang]) mencapai 8.46%. sementara rata-rata industri hanya 1 koma sekian persen. Begitu jua ROE (return on equity, perbandingan laba terhadap aset bersih murni milik perusahaan) mencapai 14.98%, bandingkan dengan rata-rata perusahan lain hanya 11.60%. Kinerja yang cukup baik tadi ternyata hanya dihargai PER 8.51%.

Target harga? kenaikan sebesar 100% dari harganya sekarang. Tapi ingat, ada fase cooling down yang saya tidak tahu sampai kapan berakhirnya.























No comments:

Post a Comment