Wednesday, April 6, 2016

Buka Rekening di Bank BCA (dan pengalaman-pengalaman birokrasi lainnya)

Bulan Februari kemarin, ada berita baik dari salah satu bank di negara kita. Bank Bank Central Asia alias Bank BCA berhasil mengungguli DBS Bank asal Singapura dari segi kapitalisasi pasar. Maksudnya, Harga atas kepemilikian Bank BCA jadi lebih tinggi dari harga DBS Bank. Nilai pasar Bank BCA mencapai 24 Milyar Dollar, sementara DBS Bank terus anjlok dari 34 Milyar Dollar pada Agustus 2015 ke 23 Milyar Dollar pada Februari 2016.

Meski begitu awalnya saya sempat heran. Bagaimana bisa negara sekecil Singapura memiliki perusahaan bernilai selangit dan mengungguli Indonesia yang luasnya 3379 kali luas Singapura. I mean, gimana caranya dirikan ATM kalo luas wilayah cuma seiprit? Bandingin sama BRI dan BCA yang ATMnya dimana-mana ada di negara ini, bahkan kalo BRI bisa sampe pelosok tuh kantor cabangnya.

Tentu saja pertanyaan itu sudah selesai. Bank yang sebagian sahamnya dipegang Temasek Holdings (BUMN Singapura) ini tidak hanya buka cabang di negaranya, tapi juga di pusat-pusat bisnis Asia. Jadi mereka punya kantor di kota-kota besar di India, China, Hongkong, Taiwan, Indonesia dan negara-negara lain. Dan mereka banyak menyerap dana dari korporat-korporat besar, gak cuma konsumen retail saja. 

However, saya gak lagi bicarain Bank DBS, tapi Bank BCA. Dan kali ini gak tentang analisis saham, tapi kesan sebagai nasabah baru.

Entah cuma saya aja apa orang lain juga ngerasain: bagi saya Bank BCA adalah bank retail dengan syarat pembukaan rekening paling ribet yang pernah saya alami. Setidaknya itu dulu ketika belum punya e-ktp.

Sudah lama saya ngincer untuk buka rekening di Bank BCA. Mereka terkenal dengan fasilitas internet banking (dan transaksi online lainnya) yang sangat memanjakan nasabah. Dimana-mana tiap ada toko online hampir pasti menyediakan layanan pembayaran khusus Bank BCA. Pengalaman saya belanja di toko-toko juga hampir pasti menyediakan fasilitas gesek kartu BCA, padahal BRI, BNI, Mandiri belum tentu ada di toko-toko itu. 

Petualangan saya dimulai tahun 2012 lalu. Saat KTP SIAK saya hilang. KTP saya beralamat di Samarinda, sementara domisili saya sudah di Yogyakarta. Jadi saya tidak mungkin pulang ke kampung halaman hanya untuk ngurus ktp baru. Lalu pas 2013 saat pendaftaran mahasiswa di Yogyakarta, saya berhasil buka rekening CIMB Niaga. Tanpa KTP, trus gimana cara daftar? Pake SIM, sama berbekal status saya yang sudah diterima sebagai mahasiswa itu. Sepertinya CIMB Niaga sangat mempermudah persyaratan karena statusnya masih lebih kecil di banding empat bank terpopuler di negara kita ini.

Waktu terus berlanjut. Tahun demi tahun berganti. Sampailah di tahun 2015. Saya semakin merasakan susahnya birokrasi di kota Samarinda, ketika saya punya kesempatan untuk pulang ke kota itu dan mengurus apa yang bisa diurus. Hal-hal yang bisa di urus dalam satu hari saja di Yogyakarta, di Samarinda baru selesai dalam seminggu. Contoh nyatanya adalah ketika ngurus SIM. Total waktu yang saya habiskan untuk ngurus SIM C sekitar 5 hari. Ada saja hambatannya: Lokasi rumah ke Polresta yang jauh, Tidak disediakan dokter untuk cek medis di tempat, petugas yang udah pulang duluan, pungli, antrian panjang dan seterusnya. 

Keribetan diatas juga berlaku untuk ngurus E-KTP. 

Blangko E-KTP habis (ini terjadi di seluruh Indonesia). Antrian perekaman data juga sudah menumpuk. Saya menghabiskan sekitar 4 hari mulai dari urusan Rekam data E-KTP hingga urus surat keterangan pengganti E-KTP. Petugas bilang E-KTP bisa untuk buka rekening di bank manapun. Saya ragu.

Benar saja. Dari strategi saya yang mengajukan pembukaan rekening ke hampir semua bank terkenal yang ada di Samarinda, hanya dua bank yang mau menerima menggunakan Surat Keterangan pengganti E-KTP, yaitu Bank BNI dan Bank Kaltim. Bank Mandiri menolak mentah-mentah. Bank BRI juga gitu. Bank BCA menerima, dengan syarat: Data saya sudah masuk ke server EKTP pusat. Setelah di cek, data saya tidak ada. Ternyata yang baru dilakukan pihak kecamatan hanyalah merekam data saya, belum meng-uploadnya ke pusat. NIK saya tidak ditemukan.

Jadilah begitu. Beberapa minggu di Samarinda, yang saya berhasil urus hanya dua: SIM C dan Rekening BNI (Saya tidak tertarik dengan Bankaltim karena layanannya masih sempit sekali). Berhubung punya rekening BNI, saya langsung juga mendaftar di BNI Securities via divisi Direct Channel (daftar lewat pos langsung kirim ke kantor pusat BNI Securities, tidak melalui kantor cabang). Adanya layanan Direct Channel sangat menguntungkan kita yang bertempat tinggal di kota yang belum memiliki perwakilan perusahaan sekuritas kayak Samarinda ini.

Lanjut lagi.... berbulan-bulan setelah itu..


Masa penantian penerbitan E-KTP saya terus berjalan. Hingga enam bulan setelahnya (saya rekam data E-KTP bulan juni 2015 kalo gak salah). Seharusnya E-KTP saya udah dicetak. Wong Blanko-nya udah tersedia sejak Oktober kok. Tapi... yah... ternyata...

Rupanya E-KTP saya tidak dicetak. Alasan dari pihak kecamatan: Saya tidak proaktif dalam menunggu pencetakan.


Sial. Gampang banget mereka ngomong kayak gitu. Beruntung ibu saya mau ngurusin lagi. Saya pun harus nunggu lagi sampai urusannya selesai.

Selama masa penantian, dari juni 2015 sampai saat April 2016, saya hanya bisa menanti sambil terus iri melihat fakta bahwa hampir semua toko baik fisik maupun online menyediakan layanan BCA. Dimana-mana saya tanya, bisa gesek bank apa aja? salah satu jawaban mereka pasti Bank BCA.

Belum lagi urusan kemudahan yang lain. Misal untuk kartu kredit. Kalau anda sering belanja online, pasti sudah tidak asing dengan yang namanya Paypal. Nah untuk verifikasi akun paypal ini, butuh kartu kredit. Bisa memang menggunakan VCC (Virtual Credit Card) tapi sangat beresiko diblokir. Nah, yang terkenal paling mudah untuk mengajukan kartu kredit juga Bank BCA, dengan layanan Secured Credit Card-nya. Tapi yah boro-boro bisa buka kartu kredit BCA, buka rekeningnya aja saya gak bisa...

Setelah browsing online, ternyata saya temukan fakta bahwa tidak hanya saya yang mengalami kesulitan dalam membuka rekening di BCA. Banyak juga yang mengeluhkan hal yang sama. Rata-rata menemukan masalah saat membuka rekening di kantor cabang BCA yang berjauhan dari alamat KTP kita. Biasanya minta syarat surat keterangan domisili. Itupun belum tentu disetujui. Ada lagi kantor cabang yang minta NPWP. Padahal seperti yang kita tau, tidak semua orang punya. Macem-macem deh pokoknya.

Dari situ saya menyimpulkan bahwa Bank BCA adalah bank paling ketat persyaratannya di Indonesia ini.

Pucuk dicinta Ulam pun tiba. Awal April 2016, Akhirnya E-KTP saya selesai dicetak dan dikirim ke saya di Jogja. Langsung saja tanpa babibu lagi saya pergi ke kecamatan untuk aktivasi E-KTP. Prosesnya sangat cepat. Tidak diminta apa-apa, cukup tempelkan jari telunjuk kanan ke scanner di kantor kecamatan, E-KTP langsung aktif. 

Untuk mengantisipasi syarat-syarat yang diajukan pihak Bank, februari kemaren saya sudah mengajukan Surat Keterangan Tinggal Sementara sebagai bukti bahwa saya memang tinggal di Yogyakarta. Namun ternyata...

Tadi siang laya langsung tancap gas ke Bank BCA KCU Yogyakarta yang ada di Jl. Sudirman. Pertama kali masuk kesana, kesan pertama adalah Bank BCA memang merupakan bank yang sibuk. Dibandingkan Bank BNI yang biasa saya datangi di Jl. Adisutjipto, masih kalah sibuknya dari BCA ini, meskipun BNI Adisutjipto melayani Weekend Banking. Belum lagi antrian ATMnya.

KeyBCA, alat pengaman transaksi on-line dari Bank BCA


Karena banyak orang, nunggunya cukup lama. Tapi gak terlalu masalah. Selain gak buru-buru, didalam juga cukup sejuk, dan disediain air putih sama permen. hehe. Saat giliran pun tiba. Bayangan tentang ribetnya proses pembukaan rekening langsung sirna. Tellernya hanya minta E-KTP. Saya juga menyertakan SKTS, kalau-kalau dibutuhkan berhubung domisili saya tidak sesuai alamat di E-KTP. Ternyata tidak dibutuhkan. Teller tersebut bilang, syarat-syarat tambahan hanya dibutuhkan kalo kita pake KTP biasa. Kalo udah pake E-KTP, kita bisa buka rekening dari manapun, tidak perlu berada di kantor cabang sesuai alamat. 

Setoran pertama Rp500.000 saya serahkan, sesuai syarat dari BCA. Urusan langsung beres. Penantian bertahun-tahun akhirnya selesai hari ini. 

Sambil buka rekening, saya juga tanya-tanya ke mbak tellernya itu. Tanya-tanya perkara kartu kredit yang pake dana jaminan. Ternyata masih ada layanannya (herannya kok gak ada di brosur ya?). Dengan layanan itu kita bisa mengajukan permohonan kartu kredit tanpa harus punya nomer telpon rumah atau kantor untuk verifikasi. Bahkan tidak ada verifikasi sama sekali katanya. Tidak butuh slip gaji, tidak butuh slip rekening listrik, pokoknya tetek bengeknya tidak perlu. Yang diperlukan hanya sebuah rekening BCA, serta dana minimal sebesar Rp3.600.000 sebagai jaminan. Layanan ini tentu sangat bermanfaat buat kita-kita yang sering berbisnis online sendiri di rumah, karena syaratnya sangat mudah untuk dipenuhi.


kesimpulan dari cerita panjang diatas:
  1. Pelayanan birokrasi di Kota Jogja bagus, cepat dan informatif.
  2. Pelayanan birokrasi di Samarinda kacau balau, lambat dan terkesan dipersulit.
  3. Bank BCA akan mempersulit Anda kalau mengajukan pembukaan rekening menggunakan KTP lama.
  4. Kebalikan dari poin no 3, Anda akan sangat dipermudah kalau sudah pakai E-KTP.
  5.  Kesimpulan dari poin 3 dan 4, Bank BCA sangat berhati-hati dalam prinsip mengenal nasabah. Mereka lebih suka nasabah dengan identitas dan sumber dana yang jelas daripada terus berburu nasabah baru namun dengan kemungkinan pelanggaran hukum yang tinggi. Maklum, nasabah mereka sudah banyak.
  6. Makin kecil suatu bank, makin cantik teller-nya. Hal ini saya simpulkan setelah membandingkan teller Bank BCA dengan teller Bank CIMB Niaga yang kantornya berdekatan, sama-sama di Jl. Sudirman Yogyakarta.

What Makes Bank BCA Different?

  1. Bank BCA bersikap sangat konservatif. Mungkin karena pengalaman mereka di tahun 1998. Mereka lebih milih menolak nasabah yang punya kelemahan dari segi identitas.
  2. Dengan ukurannya yang besar di segala lini, sepertinya Bank BCA menerapkan strategi monopoli yang cukup efektif. Bank ini bahkan tidak bergabung dengan jaringan ATM Bersama yang terkenal itu, dan memilih membangun jaringan ATM sendiri bernama PRIMA. PAdahal pengguna jasa Bank BCA terbilang banyak. Alhasil hal ini membuat Bank-bank lain juga 'terpaksa' bergabung dengan jaringan PRIMA lantaran sering nasabahnya sering mengeluhkan tarif transaksi antar bank yang tinggi,
  3. Kalau dulu, BCA juga suka membuat kebijakan pemisahan lokasi ATMnya dari bank lain. Kita saya sering mendapati lokasi ATM BCA yang nyempil sendiri menjauh dari ATM Bank-bank lain meskipun berada di site/lokasi yang sama. Namun sekarang sudah mulai banyak ATM BCA yang ikut berjejer berdampingan dengan ATM Bank lain.
  4. Bank BCA sering juga bukan yang pertama kali yang menyediakan suatu inovasi layanan baru. Namun mereka sangat matang dalam manajemen layanan sehingga kerapkali mereka unggul dalam suatu layanan melebihi bank lain yang mempelopori layanan itu sendiri. Sebagai contoh, BCA bukan bank pertama yang menyediakan mesin ATM (Bank Niaga lah yang pertama), namun kini justru ATM BCA punya ciri khas "tersedia dimana-mana".
  5. Sekian dulu. Kapan-kapan saya tambahkan kalau ada ide menulis tentang BCA lagi.

No comments:

Post a Comment