Friday, March 25, 2016

Laporan Keuangan Atau Laporan Tahunan? Pilih mana?

Wes bentar lagi udah tanggal 31 Maret, tanggal yang amat samat keramat bagi emiten-emiten di BEI karena merupakan deadline pengumpulan laporan keuangan. Lebih dari tanggal itu bisa didenda. GAk salah, banyak yang sengaja ngasih laporan keuangan pas tanggal deadline itu, demi kesempatan untuk koreksi LK yang lebih panjang tanpa harus kena denda.

Nah buat anda mahasiswa-mahasiswi akuntansi pasti sudah tidak asing lagi dengan nyang namanye laporan keuangan (financial statement). Dokumen sederhana namun berisi banyak informasi tentang kinerja dan masa depan suatu perusahaan. Dari angka-angka yang tersaji kita bisa menilai baik tidaknya kondisi keuangan. Dalam banyak kasus, tidak hanya angka-angka itu saja yang berperan, tapi juga cara penyajian laporan keuangan itu sendiri. Misal:


  1. Kalo terlalu banyak akun-akun yang susah ribet, terlalu banyak bahkan susah dipahami, biasanya ada financial engineering disitu (misal: "laba proforma", "Keuntungan/kerugian lain-lain", dsb.) 
  2. Tanggal rilis yang telat, dan atau banyak revisi laporan keuangan. Jelas menggambarkan ada yang tidak beres.
  3. Auditor publik yang digunakan. Terkenal atau ecek-ecek? Mengapa pilih yang ecek-ecek?
However, tujuan utama laporen keuangan tetaplah untuk menyajikan data numerik. Nah untuk bisa lebih banyak hal-hal yang bersifat kualitatif (tidak bisa dinilai dari angka-angka) itulah kita sebaiknya membaca Laporan Tahunan (Annual Report). Kita kutip dari mbah Wikipedia ya....

Laporan tahunan merupakan laporan perkembangan dan pencapaian yang berhasil diraih organisasi dalam setahun. Data dan informasi yang akurat menjadi kunci penulisan laporan tahunan. Isi dari laporan tahunan tersebut mencakup laporan keuangan dan prestasi akan kinerja organisasi selama satu tahun.

Keunggulan membaca laporan tahunan secara utuh dibanding hanya membaca laporan keuangan ya itu tadi, kita bisa menilai hal-hal yang hanya bisa digambarkan secara kualitatif:

Annual Report MLBI selalu memberi kesan fresh dan warna mentereng

  1. Kata-kata yang digunakan pihak manajemen. Banyak mengeluh?
    Sebagai contoh. Silahkan Baca laporan tahunan PT. Dharma Samudera Fishing Industriy (DSFI) tahun 2014, bagian "Laporan Dewan Komisaris".
  2. Kebalikan dari nomor 1. Apa terlalu banyak "bermain kata-kata indah"?
  3. Secara keseluruhan, enak dibaca ga? Eh tapi ingat, ini ga ada kaitannya dengan "bermain kata-kata" lho. Artinya tetap tidak terlihat menggiring opini.
    Contoh, Laporan Tahunan Unilever Indonesia (UNVR) tahun 1998, dimana saat itu terjadi krisis keuangan yang hebat. Annual Report-nya tetap "Jujur" tentang situasi yang mereka hadapi. Tidak terlalu menonjolkan keluhan tentang betapa kacau balaunya dunia ini. Tapi juga tidak berusaha berkata "Aku rapopo" dan berpura-pura semuanya baik-baik saja. Yang menarik dari Annual Report UNVR pada tahun 1998 itu adalah mereka mengangkat tema "Rubik's Cube".
    Contoh lainnya, PT. Multi Bintang Indonesia. Laporan keuangannya selalu warna-warni, dengan desain grafis yang segar. Bandingkan dengan DSFI di poin nomor 1 tadi.
  4. Siapa yang mengisi kursi manajemennya? Pernah tersangkut kasus hukum ga? atau minimal punya citra yang buruk di media massa?
  5. Perhatikan visi-misi manajeman di tahun-tahun lampau. Bandingkan dengan keadaan sekarang. Seberapa banyak yang terealisasi?
Nah hal-hal diataslah yang membuat saya lebih menyukai membaca laporan tahunan secara utuh dibanding sekedar laporan keuangan saja. Lagipula, sudah pasti bahwa di dalam laporan tahunan ada laporan keuangan juga, namun didalam laporan keuangan tidak ada laporan tahunan. Kita bisa paham asal-usul perusahaan secara lebih komprehensif, yang terkadang sama berharganya dengan angka-angka laba-rugi dan arus kas yang disajikan. Dan saya juga merekomendasikan hal ini pada para pembaca sekalian. It's definitely good!

Buat yang mau memiliki data laporan tahunan emiten di BEI secara lengkap dari tahun 1978 (tahun bertama Bursa Efek Jakarta beroperasi secara normal) sampai tahun 2015, silakan klik disini.


No comments:

Post a Comment