Setelah cukup lama gak melanjutkan tentang BUMI, kali ini saya ingin kembali membahas cara kerja BUMI kembali. Klik disini untuk membaca prekuel artikel ini. Kali ini, yang saya bahas adalah cara BUMI menyembunyikan aset berharganya: Arutmin & KPC.
Cara BUMI memasukkan KPC dan Arutmin di Laporan Keuangan
Tidak begitu jauh dengan ketika berhadapan dengan publik atau wartawan, BUMI selalu menjunjung KPC dan Arutmin sebagai anak usaha unggulan. Selalu saja mereka mempresentasikan kinerja operasi KPC dan Arutmin sebagai yang utama, jadi secara alam bawah sadar publik diarahkan untuk menganggap bahwa KPC dan Arutmin sebagai anak usaha dari BUMI. Seperti yang dicantumkan di website KPC tadi: "KPC is a subsidiary of PT Bumi Resources Tbk".
Benarkan demikian?
Well, ternyata bukan. Setidaknya kalau dilihat dari segi laporan keuangan.
Meskipun secara kepemilikan, BUMI memang pemegang saham mayoritas di KPC dan Arutmin, namun faktanya di laporan keuangan (dan dokumen-dokumen resmi lainnya) BUMI sama sekali tidak memperlakukan mereka sebagai anak usaha.
BUMI memperlakukan KPC dan Arutmin sebagai Joint Venture.
Dalam chart yang saya buat tahun lalu mengenai struktur anak usaha BUMI (klik disini), tampak bahwa BUMI menguasai KPC sebesar 51% (25% kepemilikan langsung dan 26% melalui PT Sitrade Coal), dan Arutmin 70%. Logika dasar kita yang bilang 'otomatis mereka adalah anak usaha BUMI dan laporan keuangannya akan dikonsolidasikan ke laporan keuangan BUMI' akan langsung sirna begitu BUMI bilang 'mereka bukan anak usaha, melainkan Joint Venture (Badan Usaha dengan Pengendalian Bersama) dimana BUMI adalah salah satu pengendalinya.' Dan memang itulah yang BUMI lakukan.
Perhatikan jawaban BUMI dibawah inidalam public expose Desember 2016 ketika ditanya salah satu hadirin: "Mengapa beban pendapatan BUMI bisa 0 (zero)?"
Lagi-lagi, BUMI memanfaatkan celah hukum, dalam hal ini PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), untuk 'menenggelamkan' KPC dan Arutmin. Cukup menyatakan mereka berdua sebagai joint venture, bukan anak usaha, maka kewajiban untuk konsolidasi 2 perusahaan tambang ini pun sirna:
Tapi, biar gimana pun tetap KPC dan arutmin tetap harus dicantumkan ke LK kan? metode apa yang dipakai BUMI untuk memasukkan 2 anak usahanya tadi? berapa nilai yang dicatatkan?
Gampang. Karena KPC & Arutmin 'bukan anak usaha' BUMI, maka yang dimasukkan ke LK ya cuma biaya yang diperoleh BUMI untuk mendapatkan saham 51% KPC dan 70% Arutmin. Berapa biaya yang dikeluarkan dan dicatat di LK BUMI? perhatikan catatan berikut:
Tercatat bahwa Nilai Arutmin dan KPC yang dimasukkan ke LK BUMI hanya masing-masing USD274.8 juta dan USD 285 juta. Alias kalau dirupiahkan hanya masing-masing 3.664 Trilyun rupiah dan 3.8 trilyun rupiah.
apakah anda yakin bahwa ada seseorang yang mau menawarkan 51% kepemilikan tambang terbesar no. 1 dan 70% kepemilikan tambang terbesar no.2 di Indonesia hanya seharga 3.664 dan 3.8 trilyun? ditambah kedua tambang tadi sangat efisien karena terletak di pinggir laut sehingga selalu siap angkut (biaya produksi sangat rendah)? ditambah lagi batubara yang dihasilkan berkualitas tinggi? saya yakin tidak. Adaro yang hanya punya 1 tambang unggulan di Tabalong Kalsel saja 100% sahamnya dihargai pasar Rp60.4 Trilyun. Lhah ini BUMI malah punya tambang utama ada 2, terbesar di indonesia lagi!
Mengapa Harga Perolehan KPC dan Arutmin Bisa Begitu Murah?
Penjelasan untuk hal ini sebenarnya agak panjang. Kita harus balik mundur ke tahun 2003 dulu ketika pertama kali Bakrie melalui BUMI berhasil mendapatkan KPC diharga luar biasa murah dari Rio Tinto. Hal tersebut melibatkan kemampuan negosiasi dan lobby Bakrie kepada kalangan Pemerintah Pusat, Pemda Kutai Timur & Kaltim, serta Rio Tinto sendiri. Pembahasan tentang kontroversi "Obral" saham KPC ini bisa anda baca di Google dengan mengetik kata kunci: KASUS DIVESTASI KPC.
Sekarang masih menggunakan gambar yang sama, perhatikan bagian "Laba Komprehensif" dan "Dividen". Untuk laba komprehensif saja, di 2016 KPC menyumbangkan USD65.5 juta untuk BUMI, alias 873 milyar!
Dari USD65.5 juta itu, USD42.3 juta pun sudah diberikan ke BUMI dalam bentuk dividen alias uang cash. Kalau dirupiahkan, dividen yang diterima BUMI, untuk 2016 dari KPC saja adalah sebesar Rp564 milyar.
Cara BUMI menyembunyikan Dividen KPC dan Arutmin
Nah, langkah selanjutnya adalah kita menelusuri bagaimana uang kas dari KPC (Arutmin di 2016 tidak membagikan dividen) tadi diperlakukan dalam laporan keuangan BUMI.
Seperti yang sudah saya bahas di artikel ini, dalam laporan keuangan, Arus Kas adalah bagian yang paling sulit dimanipulasi. Sulit dimanipulasi karena laporan arus kas benar-benar hanya memperhitungkan uang yang tersedia baik yang ditangan perusahaan itu maupun di rekening bank perusahaan. Tidak ada namanya penyusutan (kecuali selisih kurs, yang biasanya sangat kecil), tidak ada asumsi ini itu, murni senilai apa yang dimiliki perusahaan saja.
Berarti, Arus kas BUMI bebas manipulasi dong? Dividen dari KPC tetap keliatan dong?
Sayangnya, ternyata masih ada utak-atik itu.
perhatikan catatan laporan keuangan 2016 BUMI berikut ini:
See? Alih-alih diberi sebagai dividen, dividen dari KPC (yang besarnya USD42.95 juta) ditambah dividen dari anak usaha/joint venture lain (sehingga totalnya USD55 juta), justru diberikan seolah-olah sebagai utang. Jadi ceritanya kurang lebih begini:
Manajemen BUMI dan manajemen KPC masing-masing sudah tahu bahwa KPC, seperti biasa, untung besar tahun 2015. Anggap saja untungnya 100 juta dolar. Manajemen BUMI dan KPC juga sama-sama tahu bahwa dividen yang akan dibagikan dari keuntungan 100 juta dollar itu adalah 65 juta dolar. Manajemen BUMi & KPC juga tahu, bahwa dividen tadi akan dibagikan pada Juli 2016. Lalu Manajemen BUMI (kita singkat MB) pun menemui Manajemen KPC (kita singkat MK).
MB : Bro, lu mau bagi dividen ke gua kan taon ini?
MK : Iye bang. Kenapa?
MB : lu mau jabatan lu aman gak di KPC?
MK : Njir mampus gua, nadanya mulai gak enak nih hehe. Gue harus ngapain bang?
MB : Hehe sante bro. Lu bagi dividennya Juli nanti kan? gue minta dividen khusus gue ngasihnya dipercepat bro. Jangan Juli, tpi Februari ini aja deh. Gimana?
MK : Mmmmm bisa sih bang. Tapi ntar pembukuannya jadi gimana kalo dividen udh dibagi duluan?
MB : Gampang mah kalo itu. Lu tinggal catet aja bahwa duit itu lu kasih ke gue bukan sebagai pembayaran dividen, tapi piutang di LK lu. Sementara di LK gue, gue catat itu sebagai utang.
MK : lhah kalo dicatat sebagai utang, berarti abang harus balikin ke ane dong? gimana cara balikinnya? kan kalo dividen ga perlu dibalikin?
MB : Itu mah gampang bro. Gue balikinnya dengan cara: ketika nanti Juli lu mau bagi dividen, lu ga usah kasih dividen sama sekali ke gue.
MK : Jenius pangkat dua abangku ini.
(besaran uang dan tanggal/ bulan dalam ilustrasi diatas adalah fiktif dan hanya untuk kepentingan ilustrasi)
Akhirnya, karena dividen yang diterima dicatat sebagai utang di BUMI, maka duit dividen tadi yang harusnya masuk di Arus Kas Dari Aktivitas Operasi (yang kalau makin positif makin baik) malah lenyap juga, dan kemungkinan masuk ke akun Kenaikan Piutang Pihak Berelasi (arus kas dari aktivitas investasi) yang besarannya USD 57.5 juta. Dan karena Dividen dianggap utang, yaudah, liabilitas BUMI pun makin besar, bukan ekuitasnya.
Kaitan Angka 25% kepemilikan di KPC Dengan Pajak Dividen
Seperti yang sudah saya sebutkan, kepemilikan 51% BUMI di KPC dibagi dua: kepemilikan langsung 26% dan melalui Sitrade Coal 25%. Mengapa angkanya lebih besar/sama dengan 25%? Murni karena 51% dibagi dua kah?
Tidak juga. Ada pertimbangan hukum dibalik itu. Perhatikan bagian penjelasan Dari Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 23 berikut ini:
See? angka 25% dalam kepemilikan BUMI secara langsung dan 26% kepemilikan bumi via Sitrade Coal di KPC bukanlah angka random. Angka ini muncul untuk menghindari pajak dividen yang akan dikenakan terhadap dividen dari KPC seandainya saja kepemilikan mereka dibawah itu. Jika kita investor retail kena pajak dividen 10% (jadi jika diumumkan pembagian dividen sebesar Rp1000 persaham, kita hanya akan terima Rp900 per saham), maka BUMI, dengan kepemilikan dipecah jadi 25% akan tetap bebas dari pajak dividen.
Penutup
Seperti yang sudah saya tulis di dua artikel sebelumnya tentang cara kerja BUMI, kali ini kita melihat sendiri bagaimana BUMI tetap bisa secara legal melenyapkan aset-aset pentingnya di laporan keuangan. Kalau kita mau jeli, dan tentu saja mau belajar tentang hukum korporasi, kita akan banyak menemui hal-hal menarik di LK BUMI, terutama di bagian CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan). Jangan terkecoh dengan tulisan yang kecil dan panjang-panjang. Memang dirancang seperti itu agar kita malas membaca.
Oke, selamat terkaget-kaget!
Baca juga artikel saya yang masih berkaitan dengan artikel ini:
Diagram struktur anak usaha BUMI
Cara Kerja BUMI Resources Part 1
Cara Kerja BUMI Resources Part 2
Cara BUMI memasukkan KPC dan Arutmin di Laporan Keuangan
banyak yang bilang, BUMI kini asetnya minus, kebanyakan hutang, dan penuh manipulasi.
Di sisi lain, banyak orang terheran-heran. Bagaimana BUMI yang asetnya minus itu kini harga sahamnya naik dari 50-an jadi 400-an saat artikel ini ditulis (tentu saja dengan kadar kolestrol gorengan yang tinggi).
Orang hanya dibuat terheran-heran, ketika investor retail pada menjauh dari BUMI (terutama pada saat harga menyentuh Rp50 per saham). Investor-investor kelas kakap malah berebut di pengadilan, baik di Pengadilan Niaga Jakarta maupun pengadilan di London, Singapura, dan New York. Apa yang diperebutkan dari perusahaan ber aset minus seperti itu?
Sebelum membedahnya, mari kita lihat bagaimana BUMI memperlakukan KPC dan Arutmin di hadapan publik. Berikut screen shot dari web KPC:
Tidak begitu jauh dengan ketika berhadapan dengan publik atau wartawan, BUMI selalu menjunjung KPC dan Arutmin sebagai anak usaha unggulan. Selalu saja mereka mempresentasikan kinerja operasi KPC dan Arutmin sebagai yang utama, jadi secara alam bawah sadar publik diarahkan untuk menganggap bahwa KPC dan Arutmin sebagai anak usaha dari BUMI. Seperti yang dicantumkan di website KPC tadi: "KPC is a subsidiary of PT Bumi Resources Tbk".
Benarkan demikian?
Well, ternyata bukan. Setidaknya kalau dilihat dari segi laporan keuangan.
Meskipun secara kepemilikan, BUMI memang pemegang saham mayoritas di KPC dan Arutmin, namun faktanya di laporan keuangan (dan dokumen-dokumen resmi lainnya) BUMI sama sekali tidak memperlakukan mereka sebagai anak usaha.
BUMI memperlakukan KPC dan Arutmin sebagai Joint Venture.
Dalam chart yang saya buat tahun lalu mengenai struktur anak usaha BUMI (klik disini), tampak bahwa BUMI menguasai KPC sebesar 51% (25% kepemilikan langsung dan 26% melalui PT Sitrade Coal), dan Arutmin 70%. Logika dasar kita yang bilang 'otomatis mereka adalah anak usaha BUMI dan laporan keuangannya akan dikonsolidasikan ke laporan keuangan BUMI' akan langsung sirna begitu BUMI bilang 'mereka bukan anak usaha, melainkan Joint Venture (Badan Usaha dengan Pengendalian Bersama) dimana BUMI adalah salah satu pengendalinya.' Dan memang itulah yang BUMI lakukan.
Perhatikan jawaban BUMI dibawah inidalam public expose Desember 2016 ketika ditanya salah satu hadirin: "Mengapa beban pendapatan BUMI bisa 0 (zero)?"
Perhatikan bagian yang ditandai warna biru, dan lebih fokus lagi ke bagian yang warna merah |
Lagi-lagi, BUMI memanfaatkan celah hukum, dalam hal ini PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan), untuk 'menenggelamkan' KPC dan Arutmin. Cukup menyatakan mereka berdua sebagai joint venture, bukan anak usaha, maka kewajiban untuk konsolidasi 2 perusahaan tambang ini pun sirna:
- Tidak perlu memasukkan besaran aset bersih KPC & Arutmin
- Tidak perlu memasukkan laba KPC & Arutmin ke laporan laba rugi BUMI.
Alhasil, dalam rilis laporan keuangan BUMI, bisa dibilang jejak KPC dan Arutmin nyaris hilang sama sekali.
Tapi, biar gimana pun tetap KPC dan arutmin tetap harus dicantumkan ke LK kan? metode apa yang dipakai BUMI untuk memasukkan 2 anak usahanya tadi? berapa nilai yang dicatatkan?
Gampang. Karena KPC & Arutmin 'bukan anak usaha' BUMI, maka yang dimasukkan ke LK ya cuma biaya yang diperoleh BUMI untuk mendapatkan saham 51% KPC dan 70% Arutmin. Berapa biaya yang dikeluarkan dan dicatat di LK BUMI? perhatikan catatan berikut:
sumber: LK BUMI full year 2016 |
apakah anda yakin bahwa ada seseorang yang mau menawarkan 51% kepemilikan tambang terbesar no. 1 dan 70% kepemilikan tambang terbesar no.2 di Indonesia hanya seharga 3.664 dan 3.8 trilyun? ditambah kedua tambang tadi sangat efisien karena terletak di pinggir laut sehingga selalu siap angkut (biaya produksi sangat rendah)? ditambah lagi batubara yang dihasilkan berkualitas tinggi? saya yakin tidak. Adaro yang hanya punya 1 tambang unggulan di Tabalong Kalsel saja 100% sahamnya dihargai pasar Rp60.4 Trilyun. Lhah ini BUMI malah punya tambang utama ada 2, terbesar di indonesia lagi!
Mengapa Harga Perolehan KPC dan Arutmin Bisa Begitu Murah?
Penjelasan untuk hal ini sebenarnya agak panjang. Kita harus balik mundur ke tahun 2003 dulu ketika pertama kali Bakrie melalui BUMI berhasil mendapatkan KPC diharga luar biasa murah dari Rio Tinto. Hal tersebut melibatkan kemampuan negosiasi dan lobby Bakrie kepada kalangan Pemerintah Pusat, Pemda Kutai Timur & Kaltim, serta Rio Tinto sendiri. Pembahasan tentang kontroversi "Obral" saham KPC ini bisa anda baca di Google dengan mengetik kata kunci: KASUS DIVESTASI KPC.
Sekarang masih menggunakan gambar yang sama, perhatikan bagian "Laba Komprehensif" dan "Dividen". Untuk laba komprehensif saja, di 2016 KPC menyumbangkan USD65.5 juta untuk BUMI, alias 873 milyar!
Dari USD65.5 juta itu, USD42.3 juta pun sudah diberikan ke BUMI dalam bentuk dividen alias uang cash. Kalau dirupiahkan, dividen yang diterima BUMI, untuk 2016 dari KPC saja adalah sebesar Rp564 milyar.
Cara BUMI menyembunyikan Dividen KPC dan Arutmin
Nah, langkah selanjutnya adalah kita menelusuri bagaimana uang kas dari KPC (Arutmin di 2016 tidak membagikan dividen) tadi diperlakukan dalam laporan keuangan BUMI.
Seperti yang sudah saya bahas di artikel ini, dalam laporan keuangan, Arus Kas adalah bagian yang paling sulit dimanipulasi. Sulit dimanipulasi karena laporan arus kas benar-benar hanya memperhitungkan uang yang tersedia baik yang ditangan perusahaan itu maupun di rekening bank perusahaan. Tidak ada namanya penyusutan (kecuali selisih kurs, yang biasanya sangat kecil), tidak ada asumsi ini itu, murni senilai apa yang dimiliki perusahaan saja.
Berarti, Arus kas BUMI bebas manipulasi dong? Dividen dari KPC tetap keliatan dong?
Sayangnya, ternyata masih ada utak-atik itu.
perhatikan catatan laporan keuangan 2016 BUMI berikut ini:
See? Alih-alih diberi sebagai dividen, dividen dari KPC (yang besarnya USD42.95 juta) ditambah dividen dari anak usaha/joint venture lain (sehingga totalnya USD55 juta), justru diberikan seolah-olah sebagai utang. Jadi ceritanya kurang lebih begini:
Manajemen BUMI dan manajemen KPC masing-masing sudah tahu bahwa KPC, seperti biasa, untung besar tahun 2015. Anggap saja untungnya 100 juta dolar. Manajemen BUMI dan KPC juga sama-sama tahu bahwa dividen yang akan dibagikan dari keuntungan 100 juta dollar itu adalah 65 juta dolar. Manajemen BUMi & KPC juga tahu, bahwa dividen tadi akan dibagikan pada Juli 2016. Lalu Manajemen BUMI (kita singkat MB) pun menemui Manajemen KPC (kita singkat MK).
MB : Bro, lu mau bagi dividen ke gua kan taon ini?
MK : Iye bang. Kenapa?
MB : lu mau jabatan lu aman gak di KPC?
MK : Njir mampus gua, nadanya mulai gak enak nih hehe. Gue harus ngapain bang?
MB : Hehe sante bro. Lu bagi dividennya Juli nanti kan? gue minta dividen khusus gue ngasihnya dipercepat bro. Jangan Juli, tpi Februari ini aja deh. Gimana?
MK : Mmmmm bisa sih bang. Tapi ntar pembukuannya jadi gimana kalo dividen udh dibagi duluan?
MB : Gampang mah kalo itu. Lu tinggal catet aja bahwa duit itu lu kasih ke gue bukan sebagai pembayaran dividen, tapi piutang di LK lu. Sementara di LK gue, gue catat itu sebagai utang.
MK : lhah kalo dicatat sebagai utang, berarti abang harus balikin ke ane dong? gimana cara balikinnya? kan kalo dividen ga perlu dibalikin?
MB : Itu mah gampang bro. Gue balikinnya dengan cara: ketika nanti Juli lu mau bagi dividen, lu ga usah kasih dividen sama sekali ke gue.
MK : Jenius pangkat dua abangku ini.
(besaran uang dan tanggal/ bulan dalam ilustrasi diatas adalah fiktif dan hanya untuk kepentingan ilustrasi)
Akhirnya, karena dividen yang diterima dicatat sebagai utang di BUMI, maka duit dividen tadi yang harusnya masuk di Arus Kas Dari Aktivitas Operasi (yang kalau makin positif makin baik) malah lenyap juga, dan kemungkinan masuk ke akun Kenaikan Piutang Pihak Berelasi (arus kas dari aktivitas investasi) yang besarannya USD 57.5 juta. Dan karena Dividen dianggap utang, yaudah, liabilitas BUMI pun makin besar, bukan ekuitasnya.
Kaitan Angka 25% kepemilikan di KPC Dengan Pajak Dividen
Seperti yang sudah saya sebutkan, kepemilikan 51% BUMI di KPC dibagi dua: kepemilikan langsung 26% dan melalui Sitrade Coal 25%. Mengapa angkanya lebih besar/sama dengan 25%? Murni karena 51% dibagi dua kah?
Tidak juga. Ada pertimbangan hukum dibalik itu. Perhatikan bagian penjelasan Dari Undang-Undang Pajak Penghasilan pasal 23 berikut ini:
See? angka 25% dalam kepemilikan BUMI secara langsung dan 26% kepemilikan bumi via Sitrade Coal di KPC bukanlah angka random. Angka ini muncul untuk menghindari pajak dividen yang akan dikenakan terhadap dividen dari KPC seandainya saja kepemilikan mereka dibawah itu. Jika kita investor retail kena pajak dividen 10% (jadi jika diumumkan pembagian dividen sebesar Rp1000 persaham, kita hanya akan terima Rp900 per saham), maka BUMI, dengan kepemilikan dipecah jadi 25% akan tetap bebas dari pajak dividen.
Penutup
Seperti yang sudah saya tulis di dua artikel sebelumnya tentang cara kerja BUMI, kali ini kita melihat sendiri bagaimana BUMI tetap bisa secara legal melenyapkan aset-aset pentingnya di laporan keuangan. Kalau kita mau jeli, dan tentu saja mau belajar tentang hukum korporasi, kita akan banyak menemui hal-hal menarik di LK BUMI, terutama di bagian CALK (Catatan Atas Laporan Keuangan). Jangan terkecoh dengan tulisan yang kecil dan panjang-panjang. Memang dirancang seperti itu agar kita malas membaca.
Oke, selamat terkaget-kaget!
Baca juga artikel saya yang masih berkaitan dengan artikel ini:
Diagram struktur anak usaha BUMI
Cara Kerja BUMI Resources Part 1
Cara Kerja BUMI Resources Part 2
No comments:
Post a Comment