Republik Seychelles, negara dimana Leap Forward Ltd. diregistrasikan |
Untuk apa bikin perusahaan banyak-banyak? (contd.)
Nah, dengan anonim-nya pemilik saham dibawah 5%, Bakrie mudah untuk melakukan goreng-menggoreng saham. Tinggal kontak si broker A, B, C untuk melakukan transaksi semu antara SPV X ke SPV Y, harga gampang dipermainkan. Harga mau dinaikin? tinggal gelar aja tuh Public Expose. Bikin berita bagus, akuisisi tambang ini itu,harga pun melambung.
Begitu juga sebaliknya. Kalo harga udah agak seret untuk naik lagi, tinggal diturunin aja lagi. Tentu dengan menggunakan strategi short-selling. Tinggal kontak broker, pinjem saham nganggur milik investor lain, jual saat harga masih tinggi, lalu saat harga jatuh, beli kembali sahamnya, lalu balikin saham yang udah dibeli lagi tadi ke pihak yang kita pinjam sahamnya. Mau naik ato turun, duit tetap masuk.
Oh iya, ada lagi keunggulan lain bikin perusahaan-perusahaan banyak-banyak. Perhatikan gambar di samping ini.
Dari skema tersebut tampak bahwa BUMI, untuk dapat menguasai 100% saham PT Kaltim Prima CBM, ia membagi dua kepemilikan. 99% ia kuasai langsung, 1% melalui PT Sitrade CBM. Hal yang sama juga terjadi pada PT Arutmin CBM. Skema yang mirip juga terjadi pada PT Citra Prima Sejati dan PT Bumi Resources Investment.
Mengapa BUMI harus membagi dua kepemilikan untuk bisa menguasai suatu anak/cucu usaha? hal ini berkaitan dengan peraturan Undang-Undang no 40/2007 yang melarang pendirian perusahaan oleh hanya 1 pihak. Dengan kata lain kepemilikan 100% saham oleh satu pihak adalah dilarang (bagi perusahaan yang didaftarkan di Indonesia). Nah, untuk mengakali undang-undang ini ya, bikin anak usaha lagi, yang kemudian diatur untuk menguasai sebagian saham suatu perusahaan lain.
Perusahaan Offshore Memudahkan Untuk Ambil Utang Bank Luar Negeri
Nah, ini juga alasan lain mengapa BUMI (dan Bakrie) suka bikin perusahaan, terutama offshore .
Hukum korporasi di negara-negara offshore/surga pajak sangatlah fleksibel dibanding hukum korporasi di Indonesia. Transaksi perpindahan kepemilikan saham bisa dilakukan dalam hitungan hari. Sementara di Indonesia bisa menghabiskan mingguan bahkan bulanan (untuk perusahaan yang tidak masuk bursa). Belum lagi perkara kalau penjualan tersebut mencuat ke publik. Pasti bakalan lebih susah.
Karena lebih fleksibel itulah, biasanya Bank-bank luar negeri mensyaratkan pendirian anak usaha yang offshore, yang didalamnya berisi perusahaan 'riil'.
Mau contoh?
Untuk membayar tagihan utang Axis Bank, BUMI melepas PT Fajar Bumi Sakti, yang memiliki 3 tambang di Kalimantan Timur.
Namun, BUMI tidak memiliki PT FBS secara langsung, namun melalui Leap Forward Resources Ltd, yang terregistrasi di Republik Seychelles. Suatu negara kepulauan kecil di Samudera Hindia, yang juga terkenal sebagai surga pajak.
Nah, karena Leap Forward adalah pemegang saham PT FBS, maka Leap Forward inilah yang dijual untuk melunasi utang di Axis Bank, bukan PT FBS itu sendiri yang dijual.
(Berita penjualan tersebut bisa dibaca disini: http://investasi.kontan.co.id/news/penjualan-fajar-bumi-dilakukan-dua-anak-bumi )
Bersambung ke part 3
No comments:
Post a Comment