Saya jadi tertarik membahas hal ini karena beberapa waktu lalu membaca postingan dari salah seorang Investor Sukses Individual asal Indonesia juga. Bukan Pak Lo Kheng Hong. Bukan Pak Haiyanto. Tapi Bapak Joeliardi Sunendar. Beliau punya perusahaan cangkang di luar negeri yang digunakan sebagai kendaraannya dalam berinvestasi di pasar modal lokal dan luar negeri.
Salah satu yang dibahas bapak Joeliardi adalah tentang laba perusahaan. Menurut beliau, kita sebagai investor sebaiknya tidak hanya mengamati angka-angka laba bersih apalagi laba bersih per saham. Lebih bagus kalau laba tersebut kita bandingkan juga dengan arus kas, terutama dari arus kas aktivitas operasi.
Mengapa?
Ternyata, menurut beliau, bagian yang paling mudah (dan paling sering) di manipulasi dalam sebuah laporan keuangan adalah angka-angka laba tadi. Angka-angka laba bersih (dan rugi bersih), adalah angka-angka yang muncul dari sejumlah asumsi dan prinsip-prinsip akuntansi.
Selain laba bersih, ternyata neraca juga bisa berbeda antara kondisi riil dan laporan keuangannya.
Salah satu prinsip yang membuatnya timpang adalah penyusutan. Penyusutan itu tidak jelas angkanya, yang ada hanya asumsi. Ilustrasinya begini:
Suatu mesin produksi, secara hitung-hitungan akuntansi, punya umur manfaat selama 10 tahun--sebut saja begitu. Padahal, manajemen PT ABCD sangat memperhatikan perawatan mesin sehingga setelah 15 tahun pun mesin itu 90% masih sangat bagus operasinya. Menurut kita yang mengamati mesin itu langsung, harganya harusnya masih sekitar 90% dari harga beli awal (mungkin agak kurang dikit). Tapi, dengan menggunakan prinsip penyusutan (dimana perhitungannya harus menggunakan angka yang pasti), harusnya harga mesin itu ditaksir sudah jatuh mungkin lebih dari setengahnya. Tapi ya lagi-lagi, itu hanya hitungan akuntansi yang di atas kertas, tidak nyata. Dan yang 'tidak nyata' ini, rupanya harus benar-benar dimasukkan ke dalam laporan keuangan yang sifatnya resmi dan punya kekuatan hukum.
Kalau untuk laba bersih, yang cukup sering mengelabui-nya adalah sumber masuknya laba bersih itu. Misal, suatu perusahaan tahun lalu punya laba bersih 1 Milyar. Begitu pun laba bersih di tahun-tahun sebelumnya, angkanya sekitar 800 juta-1.2 milyar. Tiba-tiba saja tahun ini, laba-nya melonjak menjadi 10 Milyar. Buat investor yang tidak hati-hati, pasti mereka akan riang gembira melihat lonjakan laba ini.
Namun bagi yang tidak mudah percaya (di buku Intelligent Investor karya Benjamin Graham, dia menyebutnya 'Investor Agresif') tentu akan menyelidiki kenapa lonjakan itu bisa muncul. Lalu kemudian anda mendapati bahwa 6 bulan lalu perusahaan tersebut melakukan Right Issue/Menerbitkan saham baru sebesar 2x lipat saham beredar sebelumnya. Ternyata dana besar dari penerbitan saham baru itulah yang dimasukkan ke dalam akun 'laba bersih'. Laba-nya bukan hasil kegiatan usaha yang nyata. Parahnya, kepemilikan pemegang saham lama yang tidak top-up alias beli saham terbitan baru juga secara prosentase berkurang hingga 66%. Gimana kalo di kemudian hari anda, seandainya saja punya sahamnya juga, mengalami hal yang sama?
So, kata bapak Joeliardi, kita sebaiknya fokus pada hal-hal yang susah dimanipulasi, hal-hal yang dapat dinyatakan secara apa adanya secara angka. Beruntung, materi-materi yang susah dimanipulasi juga ada di laporan keuangan.
Apa itu?
Arus kas.
Arus kas memperinci uang tunai yang masuk dan keluar dari suatu perusahaan. Arus kas benar-benar menyatakan nominal uang secara apa adanya, karena uang tidak perlu menggunakan prinsip-prinsip dan asumsi-asumsi untuk menyatakan nominalnya. suatu Smartphone yang tahun lalu kita beli senilai 3 juta, mungkin kini harganya cuma 2.5 juta. Tapi uang tunai nominal 3 juta tahun lalu, sekarang tetap nominalnya 3 juta Memang sih ada inflasi, tapi secara angka, yang tercetak di uang kertas--atau rekening bank-- tetap menyatakan uang tiga juta. Pas 3 juta. Tidak ada perbedaan argumen dan asumsi antara kita dan orang lain bahwa 30 lembar uang seratus ribuan, atau 60 lembar uang lima puluh ribuan, sama-sama bernilai 3 juta.
Arus kas terdiri dari 3 bagian:
- Arus Kas dari Aktifitas Operasi
Merupakan item akuntansi yang menjabarkan uang yang masuk dan keluar dari aktivitas operasi bisnis sehari-hari perusahaan tersebut. misalnya memproduksi barang, menjual barang atau menjual jasa. Sekali lagi, yang diperhitungkan hanya uang cash yang benar-benar sudah di terima. Jadi, misalnya perusahaan ABCD menjual ke seorang pelanggan suatu mesin dengan biaya produksi 500 juta, dijual pada harga 1 milyar. Kedua pihak sepakat bahwa pembayaran akan dilakukan secara angsuran selama 4 tahun dengan jumlah tetap. Maka, yang akan dimasukkan ke dalam Arus Kas Operasi adalah 250 juta. Sementara di laba bersih, yang diperhitungkan adalah 500 juta (harga jual - biaya produksi).
Sekarang, bayangkan bahwa di tahun kedua, si pelanggan mengalami musibah misalnya bencana kebakaran. Sehingga, tidak mampu membayar angsuran ke ABCD. Alhasil, laba bersih yang dicantumkan di tahun sebelumnya berubah jadi kerugian karena ada kredit macet. Awalnya di tulis laba 500 juta, di tahun ini harus ditulis rugi 500 juta. Di saat yang sama, Laporan laba rugi di tahun lalu juga harus disajikan kembali, gara-gara kredit macet ini. - Arus Kas Dari Aktivitas Investasi
"Investasi" di sini bukanlah dalam arti membeli saham perusahaan lain, atau beli obligasi, reksadana dll. Yang dimaksud investasi dalam arus kas adalah pemasukan dan pengeluaran uang yang berkaitan dengan alat-alat produksi. Misalnya pembelian atau penjualan mesin, pabrik dan tanah.
Misalkan PT ABCD ingin membeli mesin pengalengan modern seharga 300 juta. disaat yang sama, ABCD juga ingin mengurangi mesin-mesin tua yang dianggap tidak efisien lagi. Ternyata dari hasil penjualan tersebut didapat uang 100 juta. Dalam hal ini maka akan mengeluarkan 200 juta dari cadangan kas-nya (100 juta uang yang diterima - 300 juta uang yg dibutuhkan untuk membeli mesin baru = -200 juta). - Arus Kas Dari Aktivitas Pendanaan
Nah, Arus kas dari aktivitas pendanaan adalah keluar-masuknya uang yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan aktivitas korporasi, alias tidak berkatan langsung dengan aktivitas produksi sehari-hari. Misal, Setelah meraup untung cukup besar selama beberapa tahun berturut-turut, tahun ini PT ABCD memutuskan untuk membagikan dividen kepada pemegang sahamnya. Nah, uang yang dikeluarkan untuk membayar dividen ini adalah salah satu contoh aktivitas pendanaan. Selain pembayaran dan penerimaan dividen, contoh lainnya adalah uang yang diterima atau dikeluarkan terkait dengan penerbitan dan pembayaran kupon obligasi, saham, akuisisi dst.
Namun, kemampuan item Arus Kas dalam menjelaskan uang yang didapat dan dikeluarkan oleh suatu perusahaan ini lah yang membuat saya tertarik untuk memanfaatkannya lebih jauh dalam melakukan analisis fundamental.
Arus Kas hanya memperhitungkan uang yang saat ini benar-benar dipegang oleh perusahaan. Arus kas pula yang menjelaskan dari mana uang-uang itu berasal. Arus kas tidak bersifat prediktif, meskipun bisa digunakan untuk itu.
perhatikan petikan laporan laba GWSA (Greenwood Sejahtera) 2015 berikut ini:
Kalau kita hanya memperhatikan item laba bersih saja, tentu kita akan sorak bergembira melihat lompatan laba yang begitu drastisi di 2015 dibanding tahun sebelumnya. Bayangkan saja:
Laba bersih naik dari 570 milyar jadi 1,26 Trilyun hanya dalam waktu 1 tahun!
Dengan laba sebesar 1,26 trilyun dan harga saham GWSA pada 31 Desember 2015 adalah 123, dan jumlah saham beredar adalah 7.800.760.000 lembar, maka:
PER= (123 x 7.800.760.000)/ 1.260.000.000.000 = 0.76!
Anjir. Gila. Murah Beut! It's A Hidden Pearl!
Namun kalau mau lebih jeli, perhatikan item yang saya beri nomor 1 dan 2 di gambar diatas. Dari 1,26 trilyun "Laba Bersih", ternyata sebagian besar (lebih dari 1 trilyun, perhatikan item no. 1) berasal dari "Kenaikan nilai wajar properti".
Ternyata, di tahun 2015 tersebut GWSA melakukan revaluasi aset. Revaluasi aset adalah kegiatan 'Mengukur Kembali" nilai dari suatu aset yang dimiliki. Seperti yang sudah saya bahas, Prinsip standar akuntansi adalah bersifat se-skeptis mungkin. Oleh karena itu nilai suatu aset dianggap menyusut seiring waktu. Jika anda punya rumah yang dibeli tahun 2007 seharga 100 juta, maka, di laporan keuangan, harusnya nilai rumah tersebut kini bernilai di bawah 100 juta. Padahal di kondisi riilnya sekarang, mungkin anda tidak akan mau menjual rumah tersebut kalau harganya dibawah 200 juta.
Nah, revaluasi aset ini lah yang jadi andalan kalau situasinya begini. GWSA melakukan revaluasi aset untuk memperbaiki catatan keuangannya. Lalu dapatlah angka 1 trilyun tersebut.
Kembali lagi ke angka laba bersih 1,26 trilyun. Mari kita bandingkan 'laba' tersebut dengan uang yang benar-benar diterima perusahaan di tahun yang sama.
Pada item 'Arus Kas dari Aktivitas Operasi', ternyata GWSA tidak mendapat kelebihan uang. Malah, untuk aktifitas bisnis sehari-harinya itu, ia harus mengeluarkan uang 90,6 milyar! uang 90,6 milyar itu untuk apa saja, bisa anda lihat di gambar di atas kan?
Untungnya, masih ada 'Arus Kas dari Aktivitas Investasi',yang berhasil 'memasukkan' dana ke dalam kas GWSA. GWSA menerima dividen dari entitas asosiasi (perusahaan lain dimana GWSA menjadi pemegang saham dibawah 50%) sebesar 103 milyar. Setelah dikurangi item lainnya, didapatlah angka 90,123 milyar. Jadi, hampir impas dengan Arus Kas dari Operasinya.
Nah, mari ke poin D di gambar di atas. Bagian ini yang sangat penting untuk diperhatikan.
GWSA mendapat dana yang cukup besar, sekitar 80,2 milyar. Sayangnya uang sebesar itu didapat sebagian besar dari hasil penerbitan obligasi dan utang bank. Uang itu yang dimasukkan ke kas GWSA.
Sehingga, meskipun uang yang dipegang GWSA meningkat dari 54,4 milyar di awal tahun menjadi 134,87 milyar di akhir tahun, namun itu karena GWSA mengambil hutang, bukan karena meraup untung.
Sekarang, mari kita rangkum lagi:
-'Laba Bersih' = 1,26 Trilyun
-Pertambahan uang cash yang riil (item huruf F di gambar) = 79,7 milyar
-Dana dari Hutang dan Obligasi = 80,2 milyar
Tampak jelas kan? meski tercatat GWSA mencetak 'laba bersih' 1,26 trilyun, faktanya GWSA tidak memperoleh uang sedikitpun dari pelanggannya yang bisa disimpan untuk menambah aset atau dibagikan sebagai dividen. Dana kas nya memang bertambah, tapi itu karena hutang.
Oleh karena perbedaan yang sangat signifikan ini, mulai november tahun 2016 yang lalu saya memutuskan untuk tidak lagi menggunakan "Laba Bersih" sebagai variabel yang utama dalam menghitung valuasi wajar suatu perusahaan. Saya lebih gemar menggunakan Free Cash Flow-- Arus Kas Bebas. Banyak juga kok yang membahas Free Cash Flow ini di blog-blog investasi berbahasa Indonesia. Selamat Berburu!
menarik, ternyata penting juga cermati laporan arus kas yah? makasih artikelnya bro.
ReplyDeleteSama-sama gan. Pantengin terus blog ane ya, hehe.
DeleteDear mas Sanda,
ReplyDeletePostingan pak JS baca darimana mas? saya mau dong link sumbernya
Delete1. Silahkan buka akun di Stockbit.com, lalu cari username "JS76115" (tanpa tanda petik)..
2. Selain di akunnya, beliau juga suka menulis e-book di situs yang sama. Buka stockbit.com/ebook. yang judulnya Eps.1-6, itu karya nya semua
3. ada juga video seminarnya di sini:
https://www.facebook.com/Stockbit/videos/1215840131835226/