Friday, June 16, 2017

Fundamental vs Rumor


Sebagai seorang investor, tentu kita harus membiasakan diri untuk membaca laporan-laporan perusahaan yang tersedia di BEI. Yang paling sering tentu saja Annual report dan Laporan keuangan (sudah jadi satu di annual report). Kebiasaan membaca data-data keuangan inilah yang membedakan antara seorang investor dengan seorang trader. Trader biasanya hanya menggunakan grafik harga serta volume perdagangan sebagai patokan kerja, yang biasa kita sebut analisis teknikal.

Masalahnya sekarang, penilaian atas suatu saham menggunakan data-data keuangan sepertinya mulai salah kaprah. Pokoknya segala sesuatu yang berhubungan dengan 'non-grafik' maka disebut fundamental. Sekedar wawancara dengan manajemen tentang hasil kinerja 3 bulanan saja sudah disebut 'fundamental news'. Perhatikan kiriman dari salah satu broker berikut ini:


Perhatikan judul-judul berita di atas.

Apakah memang berita-berita seperti itu bisa disebut 'fundamental'?

Yang dibahas di situ hanyalah laporan-laporan kuartalan (hasil kinerja selama 3 bulan). Ada juga berita tentang "Perusahaan X AKAN ini itu di bulan Y". Apakah anda sepakat bahwa hal-hal seperti itu yang disebut 'fundamental'?

Bukankah lebih cocok kalau disebut sebagai berita rumor?

Sekarang mari kita balik ke kata 'Fundamental'. Kita cek definisinya di KBBI:

fundamental/fun·da·men·tal/ /fundaméntal/ a bersifat dasar (pokok); mendasar: iman merupakan suatu hal yang sangat -- di dalam kehidupan manusia
Cukup jelas pengertian di atas. Sekarang mari kita berpikir tentang :


  1. 'Fundamental news Kuartalan':

    Apakah dengan dengan membaca Laporan Keuangan 3 bulanan (kuartalan), kita akan mendapatkan sesuatu yang "mendasar" dari nilai perusahaan? Jika laba Kuartal 1 2017 lebih rendah dari Kuartal 1 2016, apakah itu berarti seluruh manajemen dalam perusahaan itu telah gagal besar dan wajib dipecat dan sahamnya tidak berharga lagi?

    Kalau menurut saya, sungguh kejam menilai kinerja manajemen hanya dalam rentang waktu sependek itu. Sayangnya, banyak sekali orang-orang seperti ini di pasar modal.
  2. Sekarang mari kita lihat type 'fundamental news' kedua, yaitu tipe berita "Perusahaan X AKAN ini itu di bulan Y":

    Yang ini lebih parah. Bagaimana mungkin sesuatu yang belum terjadi sudah dianggap sebagai sesuatu yang 'Fundamental' (=mendasar) dari perusahaan tersebut?

    Bagi saya sendiri, tipe berita semacam itu bukan bagian dari analisis fundamental yang kita seharusnya lakukan. Berita semacam itu hanyalah rumor sampai akhirnya rumor itu terbukti. Selama belum terjadi, meskipun manajemen sudah membenarkan berita tersebut, bagi saya statusnya tetap rumor. Tidak ada toleransi untuk hal ini. Rumor BUMI harga mati *eh
Perhatikan kondisi-kondisi diatas. Dari tipe tulisan yang saya lihat, saya menyimpulkan bahwa bagi mereka, 'fundamental' adalah segala sesuatu yang tidak termasuk dalam 'teknikal' (analisis harga dan volume transaksi saham), termasuk rumor.

Bagaimana sejatinya analisis fundamental yang baik?

*sebelum saya lanjutkan, patut dicamkan bahwa pendapat disini adalah sifatnya subyektif*
Menurut saya, analisis fundamental yang sesungguhnya adalah memahami kinerja perusahaan tersebut di tahun-tahun sebelumnya. Paling pendek, dan ini yang biasa saya terapkan, adalah memahami kinerja keuangan perusahaan tersebut dalam rentang 5 tahun terakhir.

Itu sebabnya, dalam analisis saham baik di blog ini maupun di E-book 10SPUI, saya selalu mengabaikan perusahaan-perusahaan yang umurnya di BEI kurang dari 5 tahun. Bahkan meski kurang hitungan tanggal pun, tetap tidak akan saya teliti. Tak peduli semurah apapun saham perusahaan tersebut, sebaik apapun kinerjanya, saya tidak akan merekomendasikannya. Paling-paling hanya bahas ketika ada momen tertentu yang saya hadiri, misalnya Public Expose DPUM beberapa waktu lalu. 

Analisis Fundamental tidak semata-mata membaca angka PER dan PBV. Jujur saja, banyak orang berdarah-darah portofolionya gara-gara hal ini.

Analisis Fundamental harusnya juga menyertakan pertanyaan "mengapa". Ya, mengapa PER-nya bisa semurah itu? Mengapa laba bersih tiba-tiba melonjak? apa buktinya? apa dasarnya?

Analisis fundamental seharusnya melibatkan pertanyaan 'siapa'.

Memang sih, kebanyakan orang memang menggunakan pertanyaan 'siapa' ini. Tapi pertanyaannya tidak relevan. Yang ditanyakan: 'Siapa bandarnya?'

Padahal seharusnya yang kita cari adalah 'Siapa manajemennya' dan 'siapa pemilik mayoritasnya'.

Kesimpulannya, suatu analisis baru bisa disebut analisis fundamental ketika memahami (secara garis besar saja sudah cukup) kondisi suatu perusahaan secara utuh, bukan secara sepotong-sepotong apalagi hanya hasil 3 bulanan yang kerancuan datanya tinggi sekali, apalagi cuma modal berita aksi korporasi.

Seberapa buruknya salah kaprah fundamental ini?


Cukup membahayakan. Saya pernah membaca tulisan salah seorang trader yang tidak berurusan dengan analisis fundamental lagi. Ia mengatakan pernah rugi banyak gara-gara 'kemakan berita' tentang kinerja suatu perusahaan batubara yang mendadak menjadi bagus dalam 2 tahun setelah sebelumnya rugi melulu.

Ternyata setelah saya baca-baca lagi laporan keuangan di tahun tersebut (tahun dimana ia mengalami kerugian besar di saham itu), memang kinerja perusahaan lagi bagus-bagusnya. Hal ini mengundang minat dari para spekulator sehingga ramai diperbincangkan di forum-forum dan harganya pun melambung. Tapi harganya sendiri sudah terlalu mahal, jauh melebihi kewajaran bahkan setelah dibandingkan dengan kinerjanya yang lagi moncer.

Sayangnya, ketika terjadi kenaikan seperti itu lalu orang-orang lupa bertanya "Berapa harganya?". Pokoknya beli!

Dan disinilah awal mula bencana. 


Wednesday, June 14, 2017

(Preorder) 10 Saham Potensial Untuk Investasi, Edisi 1 Juli-30 September 2017

Dear pembaca setia Bdanp.com

Tak terasa 3 bulan berlalu sejak rilis ebook 10 Saham Potensial Untuk Investasi (10SPUI) pada 1 April lalu. Meski secara rata-rata menghasilkan return yang positif (dari 1 April 2017 hingga 14 Juni 2017), namun ada juga emiten yang malah turun hingga 17%. Saya harap pelanggan 10SPUI sudah siap untuk menghadapi hal-hal seperti itu karena 10SPUI memang dirancang untuk kita yang ingin meng-hold saham hingga diatas 1 tahun.

Berikut adalah simulasi return yang akan kita raih jika kita membeli semua saham rekomendasi 10SPUI 1Okt 2016, dan semua saham tersebut dibeli dengan jumlah uang yang sama pada tanggal 1 Okt 2016, dan di hold hingga sekarang, dan diperbandingkan dengan IHSG:


Tampak bahwa saham-saham 10SPUI1Okt2016 naik rata-rata 31.96% sementara IHSG hanya sekitar 4.29%

Ebook edisi 1 Oktober 2016 tersebut bisa anda download di sini:

https://drive.google.com/open?id=1NGWSa2I4Fa9w4kXqOdO9jXgKeLQnpd0tLnoGVExlLh8

Sementara itu, berikut ini adalah simulasi yang sama untuk 10SPUI edisi 1 April 2017 vs IHSG (Perhitungan berdasarkan tanggal 14 Juni 2017):


Catatan: Kedua return di atas belum ditambah uang dividen yang anda terima, dan belum dikurangi biaya trading.

10SPUI ditujukan Untuk Siapa?

  1. 10SPPUI ditujukan untuk anda yang ingin meraup untung secara signifikan dalam berinvestasi di pasar saham Indonesia, namun memiliki kemampuan dan waktu terbatas untuk menganalisa dan bertansaksi saham. Faktanya, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin jarang Anda bertransaksi, semakin besar profit Anda.
  2. 10SPUI hanya cocok untuk mereka yang memiliki rentang waktu investasi panjang (diatas 1 tahun). 10SPUI tidak cocok untuk mereka yang aktif melakukan trading (jual-beli saham dalam rentang waktu relatif pendek). Sehingga, dana yang digunakan untuk investasi harus berupa dana segar milik sendiri dan tidak mengganggu kebutuhan hidup standar si investor.
    Cover 10SPUI 1okt2016

  3. Pembaca yang menyatakan sepenuhnya bertanggung jawab sendiri atas tindakan investasinya, dengan atau tanpa 10SPUI sebagai bahan pertimbangan.
  4. Metode yang saya utamakan adalah gabungan dari Value dan Growth. Value Investing adalah strategi membeli saham perusahaan yang harganya terbilang murah dibanding kinerjanya. Growth Investing adalah strategi berinvestasi pada perusahaan yang mencatatkan pertumbuhan laba yang stabil dari tahun ke tahun. Deretan Investor besar dunia menggunakan dua strategi ini. Sebut saja Warren Buffett dan Peter Lynch.
  5. Meskipun saya juga memperhitungkan likuiditas, namun standar yang saya terapkan untuk liquiditas ini jauh lebih rendah dari standar rata-rata trader. Oleh karena itu pengguna diharapkan sudah siap dengan likuiditas saham yang rendah, karena umumnya saham-saham yang dibahas baru akan likuid setelah saham tersebut naik signifikan (misal KBLI di 10SPUI Oktober 2016, baru likuid setelah harganya naik 100% di Maret-April 2017).

Apa yang spesial di 10SPUI Edisi 1 Juli-30 September 2017?

Pembahasan, edisi 1Okt2016

  1. Saya banyak melakukan penambahan terutama untuk sisi redaksional dan juga data-data yang lebih lengkap dibanding edisi-edisi terdahulu. Edisi 1 Juli ini dipersiapkan dengan rentang waktu penulisan yang lebih luwes, serta menggunakan data terbaru hingga Kuartal 1 2017. Selain itu, saya juga melampirkan Ringkasan Kinerja Emiten dari BEI keluaran bulan Januari 2017 sebagai referensi lebih lanjut (Tanggal IPO, Akuntan Publik, Riwayat Corporate Action dll).
  2. Grafik data-data dengan tampilan yang lebih mudah dibaca dari edisi sebelumnya.
  3. Selain itu ada juga target harga menengah (1 tahun kebawah) bagi anda yang ingin kejelasan harga yang pas untuk keluar dari saham-saham yang dibahas.
  4. Pembahasan tentang return 10SPUI edisi-edisi sebelumnya, apakah masih layak di-buy atau sudah waktunya cari saham lain.

Seberapa Kredibel?

Jujur saya bingung juga untuk hal ini, karena mayoritas pengunjung blog hanya bertemu saya di dunia maya. Bisa saja kan saya bikin analisis ngawur/asal-asalan?

Namun saya harap anda bisa mempertimbangkan hal-hal berikut:


Berapa Harganya?

Rp 100.000,-

Cara beli gimana?

Silahkan transfer ke :

BNI no. rek 0428616526


atau BCA no. rek 0394787133

semuanya atas nama saya sendiri, Sanda Restu Wibowo

Bila sudah transfer silahkan konfirmasi ke :
Whatsapp atau SMS ke: 089681467779


Facebook: Ssr Wibowo

E-mail: Pintar38@gmail.com

Gimana kalau mau tanya-tanya dulu?

Gapapa, WA aja ke 089681467779. Saya gak galak kok :D

Monday, June 12, 2017

Lippo Cikarang tbk (LPCK)

Kondisi perekonomian Indonesia yang lesu sejak 2015 silam ternyata berimbas cukup menyakitkan bagi sektor properti.
Di 2016, efek beragam kebijakan yang digelontorkan Pemerintah juga sempat membuat banyak pihak meyakini bahwa pasar properti akan kembali bergairah, meski sayangnya kenyataan berkata lain.
Awal tahun 2016 masih dibayangi oleh perlambatan ekonomi yang terjadi di 2015, dengan depresiasi rupiah dan penurunan harga minyak dunia. Namun aktivitas pasar yang lebih baik di 2016 membuat para investor dan pelaku bisnis properti tetap optimis.

Oleh karena secara umum masih lesu, maka tentu harga saham emiten-emiten properti juga terkena dampaknya. Mari kita lihat perbandingan antara indeks IHSG dengan indeks properti di BEI berikut:


Tampak bahwa, sejak setahun lalu IHSG sudah meningkat 15.91% sementara Indeks properti sendiri malah turun 5.3%.

Nah, justru karena sedang turun inilah maka bagi kita para pemburu saham undervalue waktunya berburu saham-saham di sektor ini. Di BEI sendiri saat ini ada sekitar 49 Emiten di sektor properti & industrial estate. Nah, salah satu saham properti yang mengalami penurunan drastis tersebut adalah PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK).

LPCK merupakan salah satu perusahaan real estate terkemuka di Indonesia, dan merupakan anak usaha dari PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang juga merupakan perusahaan terbuka, dengan spesialisasi pembangunan kawasan industri beserta perumahan penunjangnya di kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa  Barat.

Jika dipantau dari jangka panjang, maka kinerja LPCK ini sebenarnya gak ada masalah sama sekali. Ekuitas selalu bertambah positif dari tahun ke tahun. Perhatikan data berikut:

Dari tahun 2007 hingga 2016, ekuitas LPCK sudah meningkat dari Rp411.5 Milyar menjadi Rp4.2 Trilyun. Artinya? Rata-rata pertumbuhan tiap tahunnya 28% dalam 9 tahun terakhir. Selain itu, Rasio utang terhadap ekuitas (DER) juga terus menurun, dari 1.32x di 2012 menjadi dibawah 0.33x di Q1 2017. Sebagai perusahaan besar, capaian pertumbuhan ini tentu terhitung luar biasa.


Neraca LPCK 5 Tahun terakhir. Sumber: RTI Business App


Dari segi penjualan dan laba bersih, memang mengalami penurunan dalam 2 tahun terakhir. 
Meski menurun, dalam jangka panjang pun, sebenarnya LPCK masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih dalam 9 tahun masing-masing 28% dan 54% per tahun.

laba bersih tumbuh 54% per tahun!!!!


Pertumbuhan yang spektakuler dalam jangka panjang ini, memang sebagian besar ditopang oleh sektor properti perkantoran karena memang dalam 1 dekade terakhir, semakin banyak perusahaan yang memindahkan pusat produksinya dari negara-negara tetangga ke Indonesia. Iklim investasi yang kondusif, politik yang stabil dan keamanan yang juga terjaga jadi alasan utama mereka berbondong-bondong pindah ke Indonesia, terutama lagi di kawasan Cikarang dimana 60% produksi pabrik di seluruh Indonesia berasal dari area ini.

Pendapatan, laba & NPM LPCK 5 tahun terakhir. Sumber: RTI Business App


Penurunan laba dalam 2 tahun terakhir memang merupakan dampak dari pelembahan ekonomi global yang juga merembet ke Indonesia. Jika di 2014 LPCK bisa meraup laba 846 Milyar, maka di 2016 LPCK hanya bisa meraup 540 Milyar.

Penurunan ini disebabkan karena perlambatan ekonomi China yang melambat sejak 2012, berdampak pada pengetatan belanja dan ekspansi perusahaan-perusahaan, sehingga pembukaan kantor-kantor dan gudang-gudang baru pun di rem. Padahal LPCK sendiri bergerak di bidang pembangunan kawasan industri.

LPCK memiliki cadangan lahan yang belum dikembangkan (land-bank) sebesar 190 hektar. Land-bank ini semuanya terletak di Bekasi, Jawa Barat. Sementara total yang sudah dikembangkan oleh LPCK semenjak perusahana ini berdiri adalah 3.000 hektar, alias setara dengan 4.000 lapangan sepakbola.

Mengapa peningkatan laba LPCK sangat tinggi dalam langka panjang?

Ini karena, ternyata setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir, LPCK memang tidak pernah membagikan dividen kepada pemegang sahamnya. Semua laba yang mereka peroleh ditahan untuk pengembangan perusahaan. Alhasil kemampuan multiplier mereka jauh diatas rata-rata perusahaan sejenis. angka 54% pertumbuhan tahunan dalam 9 tahun terakhir, bagi perusahaan sebesar LPCK, tentu bukan angka main-main.

Diluar itu, LPCK saat ini kembali gencar meluncurkan megaproyek-megaproyek baru yang diharapkan kembali bisa mendongkrak kinerja perseroan. Di 2016 lalu, LPCK meluncurkan Orange County, sebuah megaproyek terintegrasi seluas 322 hektar dengan fasilitas 32-in-1 yang ditujukan bagi kalangan ekspatriat di seputar Cikarang.


Belum selesai dengan Orange County, tahun ini ada lagi proyek Meikarta, dengan luas 500 hektar. Direncanakan ada sekitar 100 gedung pencakar langit di area ini dengan
ketinggian tiap gedung 35 hingga 45 lantai. Meikarta ini dibangun untuk mengantisipasi perkembangan pesat infrastruktur di sekitaran Cikarang, mulai dari Proyek kereta cepat Jakarta Bandung, Pelabuhan Patimban, Bandara Internasional Kertajati dan tentu saja Jalan Tol Layang Jakarta Cikampek 2.

Melihat perkembangan-perkembangan di atas, bagi saya sudah terlalu murah jika harga saham LPCK hanya dihargai Rp4100 per saham, dimana PER-nya hanya 5.66x dan PBV 0.65.














Tuesday, June 6, 2017

Mengikuti Public Expose PT Dua Putra Utama Makmur Tbk (DPUM)

Biasanya, tiap kali ada acara-acara yang berkaitan dengan perusahaan terbuka, maka acara-acara tersebut diadakan di kota-kota besar. Tentu saja, mayoritas berada di Jakarta. Alasan kemudahan akses kepada relasi bisnis menjadi faktor utama berkumpulnya perusahaan di Ibukota Republik Indonesia ini. Kalaupun ada perusahaan besar dari daerah, biasanya mereka juga memindahkan kantornya ke Jakarta ketika usahanya mulai membesar, atau minimal mendirikan Kantor Perwakilan, seperti yang dilakukan PT Sido Muncul yang RUPS-nya kita bahas di artikel sebelumnya.

Nah, tanggal 30 Mei kemarin saya dapat kesempatan langka. Saat itu saya menghadiri RUPS yang diselenggarakan bukan di jakarta, bukan di kota besar pula, tapi di kota kecil dengan jarak pabrik ke Semarang (kota besar terdekat) sejauh 90 km alias 2,5-3 jam perjalanan. Perusahaan ini namanya PT Dua Putra Utama Makmur Tbk, dengan kode ticker DPUM.




DPUM adalah sebuah perusahaan yang dibangun dari nol. Meski begitu, perkebangan perusahaan ini terbilang sangat cepat. Si founder, Bapak Witiarso Utomo memulai usaha jual beli ikan asal Juwana di pasar tradisional sejak tahun 2005. Nah, dalam waktu singkat, Usaha tersebut sudah menjadi CV Dua Putra Dewa, dan kemudian di 2012 menjadi berbadan hukum Perseroan Terbatas.

Pemilihan kabupaten Pati sebagai basis Usaha, tentu bukannya tanpa alasan. Memang sejak awal usaha ini ada, para pendiri membangunnya dengan memanfaatkan pasokan hasil laut dari nelayan-nelayan di Juwana, suatu kota kecamatan di sisi timur Pati. Para founder sendiri juga lahir dan dibesarkan di sekitar Pati. Selain itu, Pati, meskipun kota kecil, namun terletak di jalur Pantai Utara Jawa /Pantura yang terkenal padat dan sibuknya itu. Sehingga, masih cukup mudah untuk diakses, meski tentu saja jauh.

Setelah mendapatkan jadwal dan alamat RUPS-nya, saya pun berangkat dari Jogja naik travel Rama Sakti (saya pilih karena satu-satunya angkutan Jogja-Pati yang tiketnya bisa dipesan online). Meski cukup lama perjalanannya (6 jam cuy!) tapi tidak terlalu masalah karena saya banyak tidur di jalan, hehe.



RUPS kali ini digandeng dengan Public Expose, dan diselenggarakan langsung di lokasi pabrik perseroan, tepatnya di Ruang Pandawa, Lantai 2. Pabrik DPUM, kalau kita lihat langsung, memang tampak masih baru sekali, dengan pengembangan yang gencar dilakukan di sisi belakang gedung existing. Lokasinya cukup strategis, tepat langsung di pinggir jalur Pantura Semarang-Surabaya. Masih tersedia banyak lahan untuk pengembangan. Maklum saja, karena masih dikelilingi sawah di kiri-kanannya serta Sungai Juwana di belakangnya.

Sampai di lokasi pabrik, hmmm.... aroma amis langsung menyambut. Hehe, maklum saja, DPUM adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan dan pengolahan hasil laut terutama ikan, cumi, udang dan gurita. Sebagai sebuah perusahaan perikanan, DPUM adalah yang pertama kali IPO di BEI dalam 10 tahun terakhir. Karena, selama ini memang emiten di sektor perikanan terbilang punya kinerja yang kurang menarik. Coba saja anda cek laporan keuangan DSFI, CPRO, sama IIKP, pasti anda paham maksud saya.  Suatu hal yang ironis, karena Indonesia adalah Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia.

Nah, DPUM hadir dalam momentum program kemaritiman yang saat ini gencar digenjot oleh Presiden Jokowi. Emiten ini melantai di bulan Desember 2015 dan menjadi perusrahaan ke-519 di BEI. Waktu itu, sasaran utama penggunaan dana hasil IPO adalah untuk membeli kapal penangkap ikan, namun sayangnya sampai sekarang tujuan itu masih terhambat.

Beruntungnya saya, RUPS ini dibarengi dengan Public Expose. Tidak beruntungnya, antara RUPS dengan Public Expose tadi ada jeda sekitar 2 jam. RUPS selesai jam 11, Public Expose baru dimulai jam 1 siang. Setelah menimang-nimang, daripada saya ikut-ikut RUPS dengan urutan acara yang hampir pasti bisa saya tebak, mending saya menunggu saja diluar, sampai Public Expose dimulai.


Oh ya, selama di pabrik ini, saya beberapa kali diajak ngobrol oleh bapak Heri Akhyar. Beliau itu adalah Corporate Secretary-nya DPUM. Namun gara-gara saya hanyalah investor retail yang sebenarnya tidak mendapat undangan khusus dari DPUM (Mereka mengundang 20 Analis Saham dari Semarang), saya malah jadi minder dan memilih membatasi kata-kata. Padahal sebenarnya bapak ini sesekali mengajak saya makan hidangan yang ada, dan meminta seorang karyawan untuk mengantar saya ke ruang tamu selagi menunggu Public Expose (Di luar pabrik cuacanya cukup panas), malah setelah acara selesai mengajak saya untuk foto bareng para analis di pintu masuk pabrik. Thanks pak Heri!

Nah memasuki sesi presentasi. Pertama-tama dari segi operasional.

DPUM saat ini (Juni 2017) masih gencar-gencarnya melakukan ekspansi usaha. Jika di 2015 baru ada 2 plant (PATI I dan PATI 2), kini di area pabrik area tersebut sudah dibangun Plant PATI III dengan ukuran yang jauh lebih besar dari gabungan dua plant sebelumnya, 4 gedung Cold Storage, 1 area Gudang, pengolah limbah dan 1 area untuk sarana hiburan karyawan berupa Toilet, Rest Area dan Lapangan Futsal.

Fasilitas Pabrik

Pabrik DPUM di 2016


Untuk kemampuan pabriknya, saya tidak mampu menjelaskan secara detail karena menggunakan istilah-istilah teknis yang susah dihapal. Namun yang saya tangkap kurang lebih begini: Mereka punya fasilitas-fasilitas:
  1. Tempat bongkar-muat hasil laut (Ikan, Udang, Cumi-cumi, Gurita) dari pabrik ke truk dan sebaliknya, dengan standar higenis.
  2. Fasilitas pendingin yang memastikan hasil laut tadi tetap dalam keadaan fresh. You know, hewan-hewan laut itu kualitas dagingnya cepat sekali menurun ketika di darat. Bahasa teknisnya Cold Storage. Denger-denger pemerintah memang gencar mendorong pelaku usaha untuk memiliki fasilitas ini di Indonesia. Dan DPUM adalah salah satu pelopornya
  3. Mesin sortir berdasarkan ukuran tubuh hewan laut.
  4. Mesin pemotong sesuai spesifikasi masing-masing hewan laut. Jada ada mesin untuk fillet daging ikan, pemotong cumi (sehingga hasil potongannya berbentuk cincin/ring, seperti nanas, dan ada juga yang utuh) dan lain-lain.
  5. Mesin pengupas kulit dan kepala udang.
  6. Pengemasan produk segar maupun olahan.
  7. Mesin penggoreng.
  8. Ruang Kendali Utama. Jadi ceritanya ruang ini terhubung ke seluruh area pabrik dan mampu mengendalikan operasional mesin-mesin tadi dari satu tempat.
  9. Pengolah limbah

Penjualan

Hingga Q1 2017, kontribusi Pasar Dalam Negeri masih mendominasi dengan besaran 98,4% dan pasar ekspor baru 1,6%. Kedepannya, DPUM menargetkan pangsa ekspor hingga angka double digits. 

Paling jauh, DPUM sudah berhasil mengekspor ke Amerika, selain tentu saja negara-negara Asia yang memang terkenal menggemari seafood sejak dulu, yaitu Jepang, China, Korea Selatan dan Singapura. DPUM sudah berhasil mengantongi sertifikasi FDAA di Amerika Serikat.

Tatangan di Eropa dan di Kementerian Perikanan

Sampai saat ini DPUM masih berjuang keras untuk bisa menembus pasar Eropa. Ini karena, persyaratan ke sana sangatlah ketat. Uni Eropa menuntut kejelasan proses penangkapan, pengolahan dan pengiriman hasil laut ke sana. Sehingga, mereka menuntut ketiga proses tadi dilakukan oleh pihak yang sama. Sementara saat ini DPUM belum memiliki kapal untuk menangkap sendiri hewan-hewan laut tadi.

Kalau kita baca Prospektus IPO tahun 2015 lalu, kita bisa lihat bahwa memang DPUM ini sudah merencanakan untuk memiliki kapal penangkap ikan mereka sendiri (kalau tidak salah hingga 30-an kapal). Namun sampai saat ini hal itu belum terwujud. Mengapa?

Kalau kita lihat struktur pemegang saham, tampak bahwa saat ini 25% saham DPUM saat ini dikuasai entitas asing (ada 6 entitas asing). Kesemuanya merupakan badan hukum asal Singapura. Dari data inilah Kementerian Kelautan Dan Perikanan yang dipimpin Bu Susi memutuskan masih pikir-pikir untuk memberikan izin penangkapan ikan kepada kapal-kapal yang nantinya dimiliki DPUM. Seperti yang kita tahu, pemerintah memang sedang berusaha keras agar hasil laut Indonesia sepenuhnya dikuasai orang Indonesia sendiri. 

Padahal, menurut manajemen, keenam entitas tadi sifatnya hanya sebagai investor saja dan bukan pihak pengendali DPUM. Mereka menjamin bahwa PT Pandawa Putera Investama ( Pemegang 50,47% saham DPUM) selaku pengendali adalah dimiliki oleh dua founder DPUM yang merupakan WNI. Oleh karena hal ini, pihak KKP sedang dalam proses Due Dilligence  untuk memastikan benar-tidaknya DPUM dikuasai pihak dalam negeri.

Karena perijinan yang belum keluar itulah, maka DPUM belum bisa memiliki dan mengoperasikan kapal penangkap ikan mereka sendiri. Karena belum menangkap sendiri, mereka belum bisa memenuhi standar Uni Eropa. Karena belum memenuhi Standar Uni Eropa, tentu saja mereka belum bisa mengekspor ke Eropa. Mudah-mudahan saja proses Due Dilligence dari KKP cepat selesai.

Rencana Ke Depan

Ekspansi perusahaan yang sangat gencar beberapa tahun belakangan ini mengubah target manajemen dari perusahaan perikanan terbesar di Indonesia menjadi salah satu pemain utama bisnis perikanan dunia. Meski terkesan ambisius, namun faktanya memang raihan ekspansi DPUM selama ini terbilang sangat gemilang. Dari sekedar pedagang ikan di pasar tradisional di 2005, kini DPUM berhasil listing di BEI. Target pengembangan pabrik yang dipatok 3 tahun ternyata bisa selesai dalam waktu 1 tahun. 

Untuk mencapai target tersebut, selain dengan membeli kapal, DPUM juga berencana membangun mini-plant di daerah pantai di dekat area penangkapan ikan. Saat ini sumber ikan yang diambil adalah Laut Bali, Laut Flores, Perairan Makassar, Laut Timor, Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan. Karena pabrik existing sudah bisa menangani ikan dari Indonesia sebelah barat, maka mini-plant yang akan dibangun lokasinya di Indonesia timur (kemungkinan Maluku atau Papua).

Dukungan Pemerintah

Meski masih terganjal di perijinan Kapal, secara garis besar Manajemen mengakui bahwa dukungan Pemerintah terhadap Perseroan sangat baik. Saat ini perbatasan negara di laut sudah dijaga ketat, sehingga kapal-kapal asing sudah kesusahan untuk mencuri ikan lagi.

Sebagai gambaran, kapal ikan yang memasok bahan untuk DPUM (tentu saja ini kapal milik pihak ketiga/nelayan), jika biasanya butuh 2 bulan berlayar sampai muatan penuh, kini hanya butuh 1 bulan saja. Jika sebelumnya jaring ikan rusak karena jarang dipakai, sekarang rusaknya karena ikan selalu penuh dalam sekali angkat. 

Dukungan pemerintah ini tampak salah satunya dengan Hadirnya Bpk. Luhut Pandjaitan selaku Menko Kemaritiman dalam peresmian Perluasan Pabrik DPUM bulan agustus tahun lalu. 

Arus Kas Masih Minus

Nah, dari tadi kita bicara ekspansi, ekspansi dan ekspansi.  Namanya ekspansi tentu butuh duit. Dan itulah yang saya tanyakan pada pihak manajemen.

Antara 2015-2016 saja, DPUM sudah kehilangan 300 Milyar rupiah hanya untuk operasi usahanya sehari-hari saja, dan mengeluarkan 830 Milyar untuk ekspansi pabrik. Untuk menutupi biaya itu, DPUM mengambil dana 1,175 Trilyun yang bersumber dari pihak ketiga (baik dana IPO maupun utang bank).

Meskipun rasio DER perseroan masih bagus, hanya 0.3 per Q1 2017, namun komposisi hutang perseroan terbilang mengerikan: 61.3% (309 milyar) berupa hutang yang jatuh tempo dalam waktu kurang dari 1 tahun. Sementara, kas perseroan hanya ada 62.5 milyar. Meski begitu memang jika di lihat dari Total aset lancar masih ada 809 Milyar. Artinya, rasio Lancar masih cukup aman, di angka 2.6 kali.

Perbandingan antara Kas dan Utang Jangka Pendek DPUM patut diwaspadai

Karena kas yang ada cukup mepet saat ini, maka mudah untuk memprediksi bahwa kurang dari setahun kedepan DPUM akan kembali mengambil pinjaman uang untuk melunasi hutang jangka pendeknya. Banyaknya arus kas dari aktivitas pendanaan ini juga menunjukkan bahwa sejauh ini DPUM belum mampu untuk hidup secara berkelanjutan dari aktivitas operasinya. Perkembangan mengenai arus kas dari aktivitas operasi inilah yang harus kita cermati kalau mau masuk untuk membeli saham DPUM. Meski dalam laporan keuangan DPUM sudah mencetak laba yang lumayan, namun kemampuan untuk meraup uang cash dari pelanggannya masih terbilang abu-abu.

Sebaiknya, kita wait and see saja perkembangan arus kas perusahaan ini sebelum masuk untuk berinvestasi. Angka laba bersih yang dilaporkan belum bisa dijadikan pegangan kalau uang cash riil-nya belum diterima DPUM dari pelanggannya.

Oleh-Oleh

Nah, ini salah satu yang ditunggu ketika saya menghadiri acara-acara suatu emiten. Ada hidangan dan Goodie Bag

Kalau kita hanya menghadiri RUPS-nya, bisa jadi kita gak dapet souvenir apapun. Goody bag baru dibagikan setelah Public Expose selesai. Mau tahu apa isinya? ada:

  1. Flash Disk berbentuk kartu berkapasitas 8 GB yang sudah diisi soft copy Annual Report dan Company Profile DPUM
  2. Flash Disk dari DPUM
  3. 3 pack Udang Tempura!
Baru kali ini saya nerima goody bag baunya amis. Hehe. Tempura udang yang diberikan masih dalam kondisi beku. Mantab deh pokoknya.

Untuk hidangan makanan, juga masih mengusung tema laut. Yang saya liat ada Nasi, Cumi, udang dengan beragam olahannya, beserta makanan ringan dan minuman lain.






  • Materi Public Expose DPUM tanggal 30 Mei 2017 bisa diunduh di sini
  • Ringkasan Pertanyaan hadirin (ada juga nama saya disitu) dalam Public Expose tersebut bisa diunduh disini



Thursday, May 18, 2017

Menghadiri RUPST PT Sido Muncul Tbk (SIDO)

Setahun lalu tepatnya tanggal 18 Mei 2016 saya pernah menulis tentang RUPS Sri Rejeki Isman (Sritex/SRIL) yang diselenggarakan di Solo, Jawa Tengah. Kini, masih di provinsi yang sama, saya kembali menghadiri RUPST emiten yang produk jamu-nya sudah kita kenal sehari-hari: Sido Muncul.

Seperti diketahui, emiten yang menyelenggarakan RUPST di luar wilayah Jabodetabek masih sedikit. Nah oleh karena itu begitu ada kesempatan menghadirinya, tentu tidak saya sia-siakan.

Lokasi RUPS berada di pabrik perseroan, Jl. Soekarno Hatta Bergas, Klepu, Kab. Semarang. Lokasinya sangat mudah diakses, karena berada di tepi jalan penghubung kota Semarang menuju Magelang dan Yogyakarta. Perjalanan cukup dengan sepeda motor saja. Selain lebih santai, saya memang belum punya mobil. 😀




Sepanjang perjalanan cuacanya cukup menyenangkan. Karena berangkat pagi (jam 7..00 Wib), udara masih agak sejuk meski matahari bersinar terang. Apalagi daerah yang saya lewati adalah daerah pegunungan. Memasuki wilayah Bedono hingga Ambarawa, kita bisa melihat tanjakan rel kereta api yang dilengkapi gerigi ditengahnya, dan saat ini hanya melayani kereta wisata. Selain itu, kita juga melewati danau Rawa Pening yang view-nya keren abis.

Tidak susah menemukan lokasi pabrik. Posisinya ada di antara Kota Ambarawa dan Ungaran. Begitu sampai, langsung diarahkan satpam memasuki gedung Joglo tempat berlangsungnya RUPS. Uniknya, Joglo ini berada di dalam kompleks agrowisata Sido Muncul, yang juga masih satu area dengan pabrik. Tepat di depan Joglo ini ada telaga buatan, dengan tulisan AGROWISATA SIDO MUNCUL dan air terjun yang tentu saja juga buatan.




Berapa saham yang saya beli untuk bisa menghadiri RUPST ini?

100 saham. Alias Satu lot, seperti biasa. Itupun langsung saya jual beberapa haril pasca recording date. Jadi kondisinya adalah, saya datang ke RUPST ini tanpa memegang saham SIDO satupun.

Acara dimulai tepat pukul 09.30 sesuai jadwal. Kalau menurut saya, RUPS berjalan monoton. Manajemen hanya sekedar membaca teks yang sudah disiapkan. Jadi kesannya masih terlalu formal. Tanya jawab juga tidak intens. Peserta yang ingin bertanya diwajibkan mengisi formulir pertanyaan terlebih dahulu. Beda sekali dengan RUPS SRIL dimana penanya diberi kesempatan langsung bertanya dan jumlah pertanyaan tidak dibatasi.




Meski begitu, kinerja SIDO yang dipaparkan dalam RUPST kali ini menunjukkan hasil positif. Laba bersih sebesar 450an Milyar rupiah, 350 Milyar rupiah diantaranya dibagiin sebagai dividen! Tampak jelas bahwa arus kas perusahaan ini sangat baik, dan perusahaannya sendiri sudah sangat mapan dalam industri herbal. Semua laporan hasil kinerja SIDO di tahun 2016 tadi dirangkum dalam Annual Report yang dibagikan pada para hadirin


Meski terkesan kaku, namun ada yang unik dalam hal makanan yang disajikan (Makanan adalah daya tarik utama dari setiap RUPS yang saya hadiri). Konsep makanannya bukan makanan mewah standar orang-orang kaya. Menu yang disajikan sangatlah Njawani. Yang saya ambil adalah nasi pecel. Selain itu ada juga snack berupa pisang rebus, kacang rebus, ubi rebus, salak, jamu kunyit asem, gorengan dll. Pokoknya top!






Pasca RUPS, waktunya bongkar-bongkar goodie bag alias souvenir. Ternyata yang dibagiin SIDO ini lumayan lho, yaitu beragam produk-produk SIDO baik yang sudah familiar maupun yang belum. Dari Jamu tolak angin, aromatheraphy, KUKUBIMA, kopi ginseng, bahkan ada Pasta Gigi!





 Ok. Selesai RUPS, keluar dari Gedung Joglo, waktunya kita muter-muter sebentar di kawasan agrowisata Sido Muncul. Tempatnya sangat rindang dan bersih. Di sini, situasinya sepi, mungkin karena tidak banyak orang tahu (atau tahu, namun takut masuk karena dijaga satpam). Di sini kita bisa melihat beragam tanaman obat dan satwa langka. Di sini dilarang memberi makan hewan yang ada.
 
 Ada banyak jenis hewan yang bisa dilihat. Macan, Orangutan, Siamang, Aneka Burung, Rusa bahkan Ular Sanca. Kalau tanamannya, saya ga tahu namanya apa saja. Yang jelas semuanya terawat, bersih dan cerah.

 

Setelah muter-muter selesai, langsung lah ku ambil tungganganku, kubimbing keluar pabrik menuju jogja kembali. Meski situasi lebih panas dari pada saat berangkat, namun tetap santai, apalagi dalam perjalanan pulang aku melintasi Danau Rawa Pening yang dikelilingi sawah luas menguning denan latar belakang pegunungan.

Jalan Lingkar Ambarawa dengan Danau Rawa Pening yang tertutup kabut di Kejauhan

Tuesday, May 16, 2017

PT Millenium Pharmacon International Tbk (SDPC)

Kembali lagi bersama B&P, mari kita bahas saham non-liquid, sesuai hobi saya.

Kali ini kita membahas tentang PT Millenium Pharmacon International Tbk (SDPC).

Meskipun kurang terkenal di jagad bursa, SDPC ini ternyata sudah berumur cukup tua untuk standar perusahaan Indonesia. SDPC didirikan sejak tahun 1952. Oh iya, apa anda tahu kenapa kode tickernya SDPC? Karena memang dulu namanya adalah SOEDARPO CORPORATION.

Image result for millennium pharmacon internationalNah, ada kata "Soedarpo" nya tuh. Ternyata, Si Pendiri SDPC ini adalah orang yang sama dengan pendiri PT Samudera Indonesia, yaitu Bpk. Soedarpo Sastrosatomo. Bakat dagang beliau memang udah terbentuk semenjak era Orde Lama. Kini Kepemilikan keluarga Soedarpo atas SDPC diwakili oleh PT Ngrumat Bondo Utomo yang memegang 3.26%. Ada kemungkinan juga keluarga Soedarmo memiliki kepentingan di PT Indolife pensiontama yang memegang 5.87% SDPC, namun saya tidak tahu pasti.

SDPC adalah perusahaan distributor obat-obatan medis. Jadi SDPC ini bukanlah produsen, melainkan ia mendistribusikan dan menjual produk obat dari produsen lain. Sebagai distributor, jaringan kantor cabang, gudang dan sub-distributor yang dimiliki sudah cukup luas, membentang dari Banda Aceh Hingga Jayapura, meski memang sebagian besar masih terkonsentrasi di pulau Jawa.

Mari kita cek posisi keuangan SDPC dalam 5 tahun terakhir.

Dari segi Neraca, meskipun SDPC berstatus sebagai perusahaan dagang (sehingga wajar untuk memiliki utang usaha yang besar), namun perbandingan antara Liabilitas dan Ekuitas dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang mengkhawatirkan. rasio DER saat ini (kuartal 1 2017) adalah sebesar 4.11 kali. dari 2012 hingga Q1 2017, pertumbuhan rata-rata liabilitas SDPC tiap tahunnya adalah 15.43%, bandingan dengan pertumbuhan ekuitas tahunan hanya 6.54%, mepet sekali dengan angka inflasi kita ya?

Meskipun SDPC mencatatkan pertumbuhan konstan dari segi laba bersih, namun perhatikan perbandingan antara Penjualan Neto (atau sering juga disebut omzet) dengan laba bersih yang bisa diraih. Perbedaannya jauh sekali. Di 2016 saja, dari total penjualan mencapai 1.97 trilyun, SDPC hanya bisa meraup 11.1 Milyar sebagai laba bersih. Alias, Net Profit Marginnnya (NPM) hanya 0.56%. Meski pertumbuhan rata-rata tahunan masih cukup lumayan, sekitar 10.18% per tahun, namun angka ini jadi tidak berarti dengan adanya NPM yang amat kecil tadi.

Nah, dari arus kas inilah kita bisa sedikit lebih jelas melihat kondisi keuangan SDPC. 

Meskipun dalam laporannya, SDPC menampilkan laba yang terus bertumbuh dari tahun-ke tahun, faktanya, SDPC nyaris tidak bisa mengumpulkan uang yang cukup dari pelanggannya bahkan untuk mennjamin kelancaran operasinya sendiri. Dari 2013 hingga Kuartal 1 2017, SDPC sudah kehilangan total 138.56 Milyar untuk operasional perusahaan tadi (perhatikan bagian Arus Kas Operasi yang banyak minusnya). Untuk mengimbangi hal tersebut, maka SDPC terus-terusan mengambil hutang bank yang totalnya 162.4 Milyar (perhatikan bagian Arus Kas Pendanaan) dalam 5 tahun terakhir (setelah dikurangi pembayaran utang di kuartal 1 2017). Sehingga, Saldo Uang yang dimiliki SDPC pada 31 Maret 2017 bahkan masih lebih rendah dari posisi uang kas yang dimiliki pada 31 Desember 2012, yakni 23,46 milyar VS 27.5 Milyar. 

Dari sini kita bisa melihat bahwa, kita harus berhati-hati terhadap emiten yang kelihatannya menawarkan PER yang rendah. Pada saat artikel ini ditulis, PER SDPC hanya 7.14. Awalnya saya tertarik melihat emiten ini karena pertumbuhannya yang sekilas menarik. Namun setelah mempelajari lebih lanjut, terutama di bagian arus kasnya, saya memilih untuk sementara waktu mengabaikannya dulu. Kita lihat apakah 2017 ini SDPC bisa membalikkan keadaan.